apakabar.co.id, JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengingatkan potensi kontraksi ekonomi akan terjadi bila pajak pertambahan nilai (PPN) naik hingga 12 persen.
Berdasarkan kajian INDEF mengenai dampak kenaikan PPN, INDEF menguji dengan skema tarif PPN sebesar 12,5 persen. Hasilnya, berbagai indikator ekonomi mengalami pertumbuhan negatif.
“Kalau ke depannya ada kebijakan kenaikan tarif PPN, maka yang terjadi adalah kenaikan ini membuat perekonomian terkontraksi,” kata Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti di Jakarta, Kamis (12/9).
Baca juga: Mengintip Prospek Investasi Ruko di Serpong
Baca juga: UMKM Cokelat Asal Bali Tembus Pasar Ekspor AS
Di sisi lain, kata Esther, mengenai hasil kajian tersebut ditemukan konsumsi masyarakat bisa tumbuh negatif 3,32 persen, upah riil terkontraksi 5,86 persen, indeks harga konsumen (IHK) 0,84 persen, ekspor 0,14 persen, dan impor 7,02 persen.
Esther mengakui angka-angka itu muncul dengan perhitungan 12,5 persen, sementara pemerintah berencana menaikkan tarif sebesar 12 persen. Namun, mengingat levelnya yang tak berbeda, diperkirkan dampak terhadap berbagai indikator ekonomi itu tidak jauh berbeda.
“Angkanya kurang lebih seperti itu. Tapi, yang perlu kita cermati adalah tarif PPN ini akan membuat kontraksi perekonomian. Tidak hanya konsumsi, tapi juga ekspor, impor, maupun pertumbuhan ekonomi,” pungkasnya.