apakabar.co.id, JAKARTA – Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori menyoroti pengerahan aparat kepolisian dalam Satuan Tugas (Satgas) Pangan yang dinilai berpotensi menimbulkan ketidakpastian usaha di kalangan pelaku pangan, alih-alih menstabilkan harga barang kebutuhan pokok.
Pendekatan keamanan semacam itu memiliki rekam jejak gagal, bahkan sejak era Presiden Sukarno pada 1950-an. Pengerahan aparat dalam urusan ekonomi, menurutnya, hanya akan membuat pelaku usaha ketakutan.
“Jangan jadikan polisi itu polisi ekonomi. Sekarang ini pemerintah kepada pelaku usaha itu seperti memusuhi. Ini enggak bagus,” katanya dalam sebuah diskusi yang digelar Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) di Jakarta, Senin (14/7).
Baca juga: Satgas Pangan Tetapkan 14 Direktur sebagai Tersangka Kasus MinyaKita
Saat ini Satgas Pangan Polri dinilai terlalu menonjol dan berperan sebagai “tangan kanan” Menteri Pertanian dalam urusan harga bahan pokok. Bukannya menciptakan stabilitas, kondisi ini justru dinilai memicu ketidakpastian usaha di sektor pangan.
Satgas Pangan dibentuk sejak 2017 dan diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan, penindakan, hingga penegakan hukum terhadap praktik-praktik yang dianggap mengganggu stabilitas pangan, seperti penimbunan, spekulasi harga, atau praktik curang dalam distribusi.
Tugas utama Satgas Pangan meliputi memastikan kelancaran distribusi pangan dari hulu ke hilir, memonitor stok dan ketersediaan bahan pokok di pasar, melakukan intervensi jika terjadi praktik-praktik yang melanggar hukum dan memicu kenaikan harga, dan menindak tegas pelaku yang terbukti melakukan kejahatan di bidang pangan.
Baca juga: Menko Pangan: RI Berpeluang Jadi Pemain Penting Industri Halal Dunia
Khudori menyarankan agar pemerintah mengembalikan fungsi pengawasan dan penegakan aturan kepada lembaga yang memang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang tersebut, yaitu Direktorat Jenderal Tertib Niaga dan Perlindungan Konsumen di Kementerian Perdagangan.
Ia menekankan, jika ditemukan adanya perilaku curang atau pidana, barulah kasus tersebut diserahkan kepada kepolisian untuk proses hukum.
“Pendekatan ini diyakini akan lebih efektif dalam menciptakan stabilitas pasar tanpa mengorbankan iklim usaha yang kondusif,” pungkasnya.