Cage-Free District di Yogyakarta, Kawasan Bisnis Peduli Kesejahteraan Hewan

Cage-free District pertama di Indonesia yang berlokasi di Jalan Prawirotaman dan Tirtodipuran Yogyakarta baru saja diluncurkan di Yogyakarta oleh Kepala Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta diwakilkan Anita Verawati. Inisiatif dari Animal Friends Jogja (AFJ), Act For Farmed Animals (AFFA) dan Animals Don’t Speak Human (ADSH) ini menandai satu kawasan bisnis yang peduli dengan kesejahteraan hewan dan kelestarian lingkungan. Foto: Istimewa untuk apakabar.co.id

apakabar.co.id, JAKARTA — Kepala Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta Anita Verawati meresmikan cage-free district di Jalan Prawirotaman dan Tirtodipuran Yogyakarta, Selasa (23/7). Cage-free district tersebut merupakan yang  pertama di Indonesia.

Cage-free district menandai satu kawasan bisnis yang peduli dengan kesejahteraan hewan dan kelestarian lingkungan. Inisiatif itu diperkenalkan oleh Animal Friends Jogja (AFJ), Act For Farmed Animals (AFFA) dan Animals Don’t Speak Human (ADSH).

“Kami dari Dinas Pariwisata, mengapresiasi dan mendukung sekali apa yang teman-teman AFJ lakukan. Yogyakarta sebagai kota wisata dengan kekayaan budaya dan sejarahnya akan mempunyai nilai tambah wisata terhadap wisatawan yang peduli terhadap isu-isu kesejahteraan hewan dan keberlanjutan, apalagi wisata yang kita usung adalah sustainable tourism,” ujar Anita yang juga Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata Kota Yogyakarta, Selasa (23/7).

Peluncuran cage-free district Yogyakarta ditandai dengan penyerahan plakat dan stiker kepada para pelaku bisnis oleh Anita Verawati. Kehadiran cage-free district di kawasan Prawirotaman serta Tirtodipuran, menjadikan area tersebut sebagai destinasi wisata yang mendukung kebijakan yang lebih ramah dan memberikan kebaikan kepada manusia.

“Diharapkan mengundang semakin banyak usaha bisnis di berbagai area untuk beralih ke telur bebas sangkar dalam proses produksinya, sehingga tidak hanya meningkatkan kesejahteraan hewan, diharapkan menambah citra wisata dan menjadi bagian dari branding Jogja Istimewa,” ungkap Anita.

Senada, Corporate Outreach Manager Animal Friends Jogja Elly Simangunsong menuturkan pentingnya Yogyakarta sebagai pionir cage-free district di Indonesia dan akan menjadi contoh bagi kota-kota lainnya. Sejauh ini, terdapat 83 perusahaan telah berkomitmen menggunakan telur bebas sangkar,

 “Terdiri dari 61 perusahaan global/multinasional dan 22 perusahaan nasional/lokal, dengan 18 perusahaan asal Jogja. Kami berharap lebih banyak pelaku bisnis mengikuti langkah ini,” terangnya.

Nino dari ViaVia Bakery, pelaku bisnis yang berkomitmen cage-free menyampaikan alasannya untuk menerapkan bebas sangkar. Selain karena konsepnya eco-friendly, Nino ingin memastikan produk mereka bebas dari kekejaman terhadap binatang.

“Setelah berkomitmen kami mendapat respons positif dari konsumen, karena mereka mau makan sesuatu yang membuat mereka nyaman dan senang, dan mereka menyukai produk telur cage-free,” ujarnya.

Yogyakarta sebagai pionir cage-free district di Indonesia dan akan menjadi contoh bagi kota-kota lainnya. Sejauh ini, terdapat 83 perusahaan telah berkomitmen menggunakan telur bebas sangkar. Foto: Istimewa untuk apakabar.co.id

Bebas sangkar

Transisi dari kandang baterai ke bebas sangkar didorong oleh kesadaran para pelaku usaha akan pentingnya kesejahteraan hewan, khususnya ayam petelur. Saat ini, sedikitnya 2500 perusahaan makanan besar di seluruh dunia telah berkomitmen untuk menggunakan telur bebas sangkar dalam rantai pasoknya.

Sistem kandang sangkar atau dikenal sebagai ‘kandang baterai’ jauh dari lima prinsip kebebasan hewan. Pasalnya, ayam di kandang baterai menghabiskan sebagian besar hidup mereka dalam rasa sakit.

Riset menunjukkan, mobilitas terbatas ayam petelur dalam kandang baterai telah mempengaruhi perkembangan tulang ayam hingga sakit fisik. Salah satu penyumbang terbesar rasa sakit dalam sistem kandang baterai adalah kurangnya pemenuhan kebutuhan dasar bagi ayam, seperti tidak adanya sarang, tempat bertengger (tempat mereka istirahat dan tidur), atau ruang untuk mencari makan.

Survei juga menunjukkan, mayoritas konsumen dunia termasuk di Asia mengkhawatirkan kesejahteraan ayam petelur. Dari 14 negara yang beragam secara budaya, geografis, dan politik, sebanyak 4.292 responden menganggap penting bahwa ayam tidak menderita dalam proses produksinya.

Mayoritas responden memilih untuk membeli telur dari ayam yang tidak dipelihara dalam kandang baterai. Temuan riset tersebut tidak hanya sebagai peringatan kepada produsen telur mengenai preferensi dan tren pasar yang potensial, tetapi juga sebagai kesempatan untuk berbenah.

Unit usaha yang telah berkomitmen nantinya akan diupdate ke dalam website www.indonesiacagefreedistrict.com dan tentu saja bisa diakses secara global. Selanjutnya, setiap usaha yang sudah berkomitmen akan ditempelkan stiker di unit usahanya.

Harapannya, cage-free district mampu menjadi media promosi dan edukasi tentang telur bebas sangkar kepada masyarakat melalui kerja sama dengan bisnis kuliner di kawasan penting. Hal itu akan menjadikan industri pariwisata dan ekonomi kreatif sebagai tolok ukur perlindungan hewan dan konsumsi makanan yang sehat.

592 kali dilihat, 2 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *