apakabar.co.id, JAKARTA – Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Satyawan Pudyatmoko menyatakan harapannya terkait upaya konservasi di Pulau Jawa.
Ia mengingatkan untuk terus menjaga keberadaan beragam hewan endemik meskipun diiringi dengan pertambahan penduduk. Karena hal itu menjadi bukti bahwa Indonesia peduli terhadap satwa langka, satwa endemi dan satwa dilindungi.
“Kita wajib bangga, upaya yang dilakukan para senior kita di konservasi. Mana ada pulau yang sepadat Jawa masih ada badak, masih ada macan tutul,” kata Setyawan saat membuka acara survei populasi Macan Tutul Jawa di Gedung KHLK di Jakarta, Selasa (27/2).
Dirjen KSDAE KLHK itu mengingatkan tentang pentingnya konservasi. Jika dibandingkan dengan wilayah lain di dunia yang kehilangan hewan endemik, seperti bison, Eropa ternyata terlambat menyadari hal tersebut.
“Mereka baru kembali ke alam berkat program penangkaran,” paparnya.
Di Pulau Jawa, ungkap Setyawan masih tersisa sejumlah satwa endemik. Sebut saja, Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) yang tersisa sekitar 80 individu sampai dengan 2023. Juga terdapat Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas), yang menurut estimasi Yayasan SINTAS Indonesia tersisa 319 ekor.
“Jadi, untuk Jawa ini saya kira masih sangat prospektif bagi pelestarian keanekaragaman hayati,” jelas Setyawan.
Secara khusus untuk mendukung upaya konservasi Macan Tutul Jawa, KLHK bersama Yayasan SINTAS Indonesia melaksanakan survei untuk memetakan populasi dari satwa terancam punah tersebut.
Pengamatan akan dilakukan melalui 600 unit kamera pengintai yang dipasang di 1.160 stasiun pengamatan di 21 bentang alam meliputi 10 taman nasional, 24 kawasan suaka alam dan 55 kawasan hutan lainnya.
Survei tersebut, kata Setyawan, turut menargetkan sekitar 550 sampel kotoran hewan yang masuk kategori terancam oleh IUCN Red List itu.
Hasil survei selama dua tahun itu akan menghasilkan data dasar status populasi dan preferensi mangsa, yang akan digunakan dalam pembaharuan dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Macan Tutul Jawa.