Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu Surga bagi Burung Liar

Belantara Foundation Gandeng Peneliti BRIN dan Akademisi Lakukan Kajian Keanekaragaman Fauna Burung di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Riau. Foto: Belantara Foundation

apakabar.co.id, JAKARTA –  Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB) di Provinsi Riau Salah merupakan satu wilayah yang menjadi habitat penting bagi burung liar di Indonesia. Wilayah ini ditetapkan sebagai cagar biosfer oleh UNESCO pada tahun 2009.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sejak 2011, setidaknya terdapat 199 spesies burung yang hidup di kawasan ini. Salah satu lokasi penelitian yang penting di dalam cagar biosfer ini adalah Stasiun Penelitian Humus, sebuah laboratorium alam seluas 2.000 hektar yang dikelola oleh Belantara Foundation.

Pada 7-14 Februari 2025, tim peneliti dari Belantara Foundation, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Universitas Pakuan, dan Universitas Andalas melakukan kajian tentang keanekaragaman burung di kawasan ini.

Direktur Eksekutif Belantara Foundation Dolly Priatna mengungkapkan penelitian itu bertujuan untuk memperbarui data jenis burung yang ada serta memahami hubungan antara habitat hutan alam dan hutan tanaman terhadap komunitas burung.

“Burung memiliki peran penting dalam ekosistem, seperti membantu penyebaran biji (seed dispersal) dan mengendalikan hama tanaman (biological control). Selain itu, burung juga bisa menjadi indikator kualitas lingkungan (bioindicator),” ujar Dolly dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (23/3)

Berdasarkan metode titik hitung (Point Count) dan jaring kabut (Mist Net), penelitian ini berhasil mengidentifikasi 87 jenis burung yang tersebar di zona hutan alam (HA), zona hutan tanaman (HT), dan zona transisi antara keduanya.

Dari hasil inventarisasi, ditemukan bahwa 14 jenis burung masuk dalam daftar spesies yang dilindungi oleh Peraturan Menteri LHK No.106 Tahun 2018, di antaranya: burung cangak laut (Ardea sumatrana), alap-alap capung (Microchierax fringilarius), betet ekor panjang (Psittacula longicauda), serindit melayu (Loriculus galgulus), Julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus), Rangkong badak (Buceros rhinoceros)

Selain itu, menurut daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN), terdapat satu jenis burung yang berstatus terancam punah (Endangered/EN), yaitu julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus). Sementara itu, enam jenis burung lainnya masuk dalam kategori rentan terhadap kepunahan (Vulnerable/VU), seperti betet ekor panjang, rangkong badak, dan kacamata biasa.

Dari segi perdagangan internasional, sembilan jenis burung tercatat dalam Appendix II CITES, yang berarti spesies ini tidak terancam punah saat ini, tetapi berisiko mengalami kepunahan jika perdagangan tidak dikendalikan. Beberapa di antaranya adalah serindit melayu, tiong emas (Gracula religiosa), dan elang brontok (Nissaetus cirrhatus).

Penelitian ini juga menemukan 5 (lima) jenis burung migran yang singgah di Cagar Biosfer GSK-BB, antara lain: kirik-kirik laut (Merops philippinus), bentet loreng (Lanius tigrinus), baza hitam (Aviceda leuphotes), cekakak tiongkok (Halcyon pileata) dan sikatan bubik (Muscicapa dauurica)

Wilson Novarino, peneliti burung senior dari Universitas Andalas, menjelaskan bahwa wilayah itu menjadi tempat penting bagi burung migran untuk beristirahat dan mencari makan selama musim dingin di belahan bumi utara.

Senada, peneliti ekologi senior dari BRIN, Adi Susilo, menegaskan pentingnya menjaga keutuhan blok-blok hutan alam di dalam areal hutan tanaman.

“Blok-blok hutan alam ini berperan sebagai stepping stone bagi burung yang memiliki wilayah jelajah luas dan dapat meningkatkan keanekaragaman burung di wilayah ini,” ujarnya.

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Menurut dokumen Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia (IBSAP) 2025-2045, Indonesia menjadi rumah bagi 1.883 spesies burung, atau sekitar 18,6% dari total spesies burung di dunia.

Hal ini dipengaruhi oleh posisi geografis dan sejarah geologis Indonesia, yang menyebabkan wilayahnya memiliki tujuh ekoregion dan 22 tipe ekosistem alami dengan 98 tipe vegetasi alami.

Keanekaragaman ekosistem ini menyediakan habitat yang ideal bagi burung, termasuk sumber makanan, air, tempat istirahat, dan lokasi bersarang. Keberagaman lingkungan ini menjadi faktor penting dalam kelangsungan hidup burung penetap maupun burung migran yang singgah di Indonesia.

Keanekaragaman burung yang luar biasa di Indonesia, khususnya di Cagar Biosfer GSK-BB, menunjukkan betapa pentingnya upaya konservasi untuk memastikan kelangsungan hidup spesies-spesies ini. Dengan menjaga habitat alami mereka, kita tidak hanya melindungi burung, tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem secara keseluruhan.

333 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *