apakabar.co.id, JAKARTA – Aditya Mufti Ariffin-Said kalah sebelum bertanding. Bawaslu merekomendasikan KPU mendiskualifikasi duet petahana di Banjarbaru, Kalimantan Selatan ini.
Melalui proses kajian dan pemeriksaan berjenjang selama lima hari, penyelenggara pemilu akan mendiskualifikasi Aditya-Said karena menggunakan tagline ‘Juara’. Dianggap sebagai kampanye terselubung.
Juara sebenarnya akronim dari Maju, Agamais dan Sejahtera. Tagline ini digunakan Aditya ketika menggandeng Wartono di Pilkada sebelumnya. Slogan ini kemudian mereka gunakan ketika terpilih sebagai wali kota Banjarbaru untuk menamai sejumlah program pemerintahan. Salah satunya program angkutan ‘Juara’ hingga bakul ‘Juara’.
Bakul ‘Juara’ merupakan bantuan untuk anak-anak tak mampu yang berjalan sejak 2023. Angkutan ‘Juara’ sendiri adalah moda transportasi pengumpul. Yang baru tadi di-launching, September 2023.
Wartono yang kini menjadi rival Aditya bersama Lisa Hallaby kemudian melapor dan menganggap penggunaan tagline ini saat kampanye sebagai bentuk kampanye terselubung.
Bawaslu Kalsel yang menerima laporan Wartono kemudian melakukan penelusuran selama lima hari. Sedikitnya juga diperiksa 35 saksi. Termasuk para saksi ahli dan fakta. Hasil kajian menemukan dua alat bukti yang cukup.
“Berdasarkan kajian awal terpenuhi syarat formil dan materiil,” bunyi rilis resmi Bawaslu dikutip media ini, Jumat siang (1/11).
Mereka menganggap paslon Aditya-Said telah menggunakan kewenangan, program dan kegiatan yang menguntungkan dan merugikan calon lain.
“Sebagaimana diatur Pasal 71 ayat 3 UU Pilkada.” Ayat kelima pasal itu kemudian menyatakan, sanksinya berupa pembatalan pencalonan.
Bawaslu lalu merekomendasikan KPU untuk membatalkan pencalonan Aditya-Said. “KPU provinsi dan atau KPU kabupaten wajib menindaklanjuti rekomendasi ini.” Ketua KPU Kalsel, Andi Tenri Sompa tak merespons upaya konfirmasi apakabar.co.id.
Hanya KPU RI yang merespons. Mereka sendiri rupanya belum mengetahui soal adanya rekomendasi ini. “Iya, saya belum tahu,” ujar KPU RI, Betty Epsilon dihubungi via seluler.
Dihubungi terpisah, Komisioner Bawaslu Kalsel, Thessa Aji Budiono membenarkan rilis itu. Dan hasil temuan mereka sudah dilaporkan ke Bawaslu RI.
“Sudah dikirim dan diterima Bawaslu RI,” jelasnya via seluler.
Aji mengatakan sedianya ada enam laporan pelanggaran. Dan hanya dua di antaranya, yakni program bantuan dan angkutan, bukti yang ada telah memenuhi unsur pelanggaran.
Bawaslu akan menunggu tindaklanjut dari KPU Kalsel untuk pembatalan calon. “Mungkin setelah mereka preskon (jumpa pers),” jelasnya.
Pakar hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah menjelaskan KPU memang memiliki kewenangan untuk mendiskualifikasi calon. “Memang bisa didiskualifikasi. Lihat di Pasal 71 UU 10 nomor 2016 Pilkada,” jelasnya.
Pakar kepemiluan Hairansyah memuji sikap berani penyelenggara pemilu. Namun ia melihat tak berlebihan jika publik mengira ini menjadi alat untuk menjegal lawan sebelum bertanding. Sekarang tinggal penyelenggara pemilu menjawab tuduhan itu.
Maksudnya, bersikap lebih transparan atas proses yang sudah dilakukan. Sampaikan secara terbuka proses yang sudah dilakukan.
“Dan yang lebih penting memberikan ruang bagi pihak yang merasa dirugikan menempuh upaya hukum sesuai ketentuan perundangan,” jelas mantan komisioner Komnas HAM ini.
Apalagi banyak drama yang mengiringi pencalonan petahana Aditya. Paling menohok adalah aksi borong partai yang dilakukan rivalnya. Putra Gubernur Kalsel dua periode, Rudy Ariffin ini pun nyaris gagal mencalon.
Beruntung di detik-detik terakhir, MK mengubah ambang batas pencalonan pilkada. Partai-partai nonparlemen seperti Partai Umat pun menyumbangkan suara mereka ke PPP agar Aditya bisa mencalonkan kembali.
Sekarang, yang bisa Aditya lakukan adalah melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan ke PTUN. “Mari kita tonton kelanjutan drama berikutnya,” ujar komisioner KPU Kalsel dua periode ini.
Tak ada yang salah dengan kotak kosong. Namun jelas tak sehat buat demokrasi. Pakar politik Ujang Komaruddin sudah membaca skema ini sejak jauh hari.
Kini, Ujang mengajak publik bersama-sama memantau proses ini hingga selesai. “Agar persoalan menjadi objektif agar tidak ada tuduhan ada penjegalan,” jelasnya.
Bagi Ujang, skema kotak kosong ini bukan barang baru. Banyak terjadi. Ambil contoh di Jakarta. Bakal calon petahana dengan tingkat elektabilitas tertinggi, Anies Baswedan pun sampai tidak bisa mencalonkan diri. Bagi Ujang, ini seolah membuktikan banyaknya tekanan ke partai politik untuk mengusung calon yang yang benar-benar memiliki kapasitas.
“Di politik Indonesia yang banyak dramanya, semua bisa terjadi,” ujar dosen Universitas Al-Azhar Indonesia ini.