Gerbang Baru ke Pasar Maju: IEU–CEPA dan IK–CEPA Menguji Nyali Industri RI

Gerbang Baru ke Pasar Maju: IEU–CEPA dan IK–CEPA Menguji Nyali Industri RI

Foto ilustrasi aktivitas ekspor-impor. Foto: Antara

Oleh: Syafruddin Karimi*

Indonesia baru saja membuka dua gerbang besar ke pasar maju: IEU–CEPA dengan Uni Eropa dan IK–CEPA dengan Kanada. Keduanya mengirim sinyal jelas bahwa strategi ekspor tidak boleh puas pada pasar tradisional. UE menawarkan tarif nol untuk sekitar 80% produk Indonesia dan Kanada menghadirkan perjanjian bilateral pertama mereka di ASEAN—kombinasi yang memperluas akses sekaligus menaikkan standar. Ini momen penentu untuk menguji kesiapan industri bertransformasi dari penjual komoditas menjadi penyedia produk bernilai tambah yang patuh standar global.

Di Eropa, kesepakatan di Bali bukan sekadar seremoni; ia menutup perundingan panjang dan mengantar fase ratifikasi menuju target berlaku efektif pada 1 Januari 2027. Pemerintah dan Komisi Eropa mengekspresikan ekspektasi yang gamblang: perdagangan RI–UE berpotensi berlipat dua dalam lima tahun setelah berlaku. Artinya, potensi ada, tetapi waktu countdown menuju kesiapan nyata sudah berjalan hari ini. Industri perlu membaca peta tarif baru, menetapkan prioritas produk, serta menyinkronkan lini produksi dengan regulasi Eropa sejak sekarang.

Dengan Kanada, arah strateginya lebih dari sekadar tarif preferensial. Pemerintah Kanada menyatakan ini perjanjian bilateral pertama dengan negara ASEAN, dirancang untuk mereduksi atau menghapus hambatan tarif dan non-tarif dan meningkatkan transparansi bagi pelaku jasa serta investor.

Baca juga: Kebijakan Ekonomi Tidak Cukup Fiskal

Ketika perjanjian berlaku, >95% ekspor Kanada ke Indonesia akan menikmati preferensi; implikasinya bagi Indonesia adalah disiplin standar yang sama akan membangun kepercayaan importir dan investor di seluruh jaringan Amerika Utara. Ini pijakan berharga bagi produsen Indonesia yang menargetkan pasar dengan tuntutan kualitas tinggi dan jejak keberlanjutan yang terukur.

Kedua kesepakatan mengikat satu konsekuensi: kepatuhan sebagai mata uang daya saing. UE membawa Trade & Sustainable Development plus aturan lingkungan yang ketat. EU Deforestation Regulation (EUDR)—yang fase penerapannya bergeser ke 30 Desember 2025 untuk perusahaan menengah-besar dan 30 Juni 2026 untuk usaha kecil—menuntut ketertelusuran geolokasi dari kebun hingga pabrik. Produsen yang menyiapkan traceability digital, audit independen, dan kemitraan hulu–hilir akan memasuki jalur cepat ke pasar Eropa; yang menunda akan tersisih oleh hambatan non-tarif, meski tarif sudah nol.

Di sisi peluang investasi, kedua perjanjian mematri narasi yang sama: diversifikasi rantai pasok mitra Barat dan kepastian aturan di Indonesia dapat memicu arus modal ke manufaktur. Komisioner Perdagangan UE menyoroti dorongan investasi dan diversifikasi rantai pasok—terutama untuk mineral kritis—sementara Kanada menyertai kesepakatan dagang dengan penguatan kanal pembiayaan dan jejaring bisnis.

Baca juga: Inspirasi ‘Made in China’ 2025 untuk Mewujudkan Indonesia Emas 2045

Industri baterai/EV, mesin, alat kesehatan, serta komponen otomotif berpeluang mengunci kontrak jangka panjang berbasis offtake dan transfer teknologi jika otoritas menghadirkan kepastian regulasi, perizinan cepat, serta layanan purnainvestasi yang serius.

Apa yang harus dilakukan industri? Pertama, naikkan kedalaman pengolahan. Sawit perlu bergerak ke derivatif bernilai tambah, perikanan ke produk siap saji, tekstil ke lini berkelanjutan dengan compliance yang dapat diaudit, dan klaster logam ke komponen untuk kendaraan listrik dan elektronik. Kedua, kunci RoO dan standar teknis.

IK–CEPA menyajikan prosedur asal barang yang jelas—manfaat hanya terasa bila dokumen, record-keeping, dan advance ruling tertata tanpa cacat. Ketiga, bangun infrastruktur mutu: laboratorium uji, akreditasi, dan quality assurance yang diakui mitra. Keempat, skalakan UMKM melalui agregator koperasi dan platform traceability bersama agar biaya kepatuhan turun.

Pemerintah juga wajib berlari. Pertama, pastikan timeline ratifikasi dan terbitkan aturan turunan yang memudahkan industri melakukan self-assessment kepatuhan. Kedua, investasikan digital backbone untuk traceability, mulai dari geolokasi kebun hingga mass balance di pabrik.

Baca juga: Jalan Tengah Kontroversi Satu Akun Medsos Per Orang

Ketiga, perkokoh logistik: kurangi waktu tunggu pelabuhan, sederhanakan customs clearance, dan dorong pembiayaan dagang berbasis data agar eksportir kecil tetap likuid. Keempat, luncurkan misi dagang terarah di Eropa dan Kanada yang fokus pada kontrak bernilai tambah, bukan hanya pameran.

Narasi besar yang lahir dari IEU–CEPA dan IK–CEPA sederhana sekaligus tegas: tarif adalah tiket masuk, standar menentukan kemenangan. Industri yang berorientasi pada bukti—data emisi, ketertelusuran, uji mutu, dan kepatuhan kerja—akan memimpin di pasar maju. Industri yang terpaku pada pola lama akan kehilangan peluang di depan mata.

Dengan disiplin eksekusi, target pelipatan perdagangan RI–UE dalam lima tahun dan penetrasi berkelanjutan ke jaringan Amerika Utara bergerak dari wacana menjadi proyeksi yang terukur. Saat dua gerbang besar sudah terbuka, ujian nyali berikutnya adalah keberanian mengubah proses bisnis agar selevel dengan tuntutan dunia.

*) Guru Besar Departemen Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Andalas

11 kali dilihat, 11 kunjungan hari ini
Editor: Bethriq Kindy Arrazy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *