Gudang Improvisasi Prabowo untuk Apa?

Presiden Prabowo Subianto. Foto: Antara

Oleh: Awalil Rizky*

Presiden Prabowo mengklaim produksi jagung dan beras sedang melimpah saat ini, hingga kesulitan penyimpanan. Prabowo menyampaikan ada program kilat membuat Gudang darurat yang disebutnya sebagai gudang improvisasi. Hal itu diutarakan pada acara Peluncuran Hasil Terbaik Cepat sekaligus peringatan Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei lalu, dan diberitakan luas oleh media.

Gudang improvisasi mau dibangun sebanyak 25.000 unit, dibuat dari bahan-bahan yang lumayan bisa bertahan 5 sampai 10 tahun. Dijelaskan nantinya dibangun gudang yang benar di tiap desa. Masih belum jelas, apakah gudang permanen dibangun segera atau setelah pemanfaatan gudang improvisasi sekian lama.

Prabowo juga menargetkan pembangunan gudang koperasi dan fasilitas penyimpanan di seluruh desa dalam 3 hingga 4 bulan mendatang di 80.000 desa. Bahkan dikatakan dilengkapi pendingin atau cold storage.

Pada hari yang sama, sebenarnya Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data produksi beras dan jagung pada periode Januari-Maret, disertai proyeksi periode April-Mei 2025. Data BPS memang menyajikan kenaikan produksi, namun tidak melonjak drastis dan sulit disebut alami produksi berlimpah.

Produksi Padi, Beras dan Jagung Belum Melimpah

Produksi Padi pada Jan-Mar 2025 dilaporkan sebanyak 14,97 juta ton Gabah Kering Giling (GKG). Dan jika ditambah prakiraan produksi April-Juni, maka secara kumulatif Januari-Juni 2025 menjadi 32,57 juta ton GKG. Peningkatan memang signifikan (11,17%) dibanding Januari-Juli 2024.

Akan tetapi, produksi 6 bulan tersebut tidak terlampau jauh berbeda dengan tahun-tahun lampau. Produksi pada Januari-Juni 2022 sebanyak 32,31 juta ton dan 2023 sebanyak 32,35 juta ton. Bahkan, pada 2018 sempat mencapai 35,19 juta ton.

Data luas panen padi pun memperlihatkan hal serupa, seluas 2,85 juta hektar pada Januari-Maret. Kemudian kumulatif Januari-Juni 2025 menjadi 6,22 juta hektar atau meningkat dibanding 2024, namun relatif setara dengan tahun-tahun sebelumnya.

Peningkatan luas lahan sebanyak 11,90% pada Januari-Juni 2025 tampak melebih laju penambahan produksi yang 11,17%. Artinya, ada sedikit penurunan produktivitas per hektar secara agregat. Ada kemungkinan, tambahan produksi berasal dari lahan dengan tingkat produktivitas yang lebih rendah dari rata-rata nasional.

Oleh karena perhitungan produksi beras merupakan konversi dari produksi padi, maka kinerjanya pun serupa. Produksi beras pada Januari-Maret 2025 sebesar 8,61 juta ton, yang jika ditambah prakiraan produksi April-Juni, maka kumulatif menjadi 18,76 juta ton. Persentase peningkatan sama dengan produksi padi, yakni 11,17% dibanding 2024.

Baca juga: Memahami Ukuran Kemiskinan BPS dan Bank Dunia

Produksi beras 6 bulan itu tidak terlampau jauh berbeda dengan tahun-tahun lampau. Produksi pada Januari-Juni 2022 sebanyak 18,60 juta ton dan 2023 sebanyak 18,63 juta ton. Pada 2018 sempat mencapai 20,17 juta ton.

BPS juga melaporkan produksi Jagung Pipilan Kering Kadar Air 14% (JPK 14%) pada Januari-Maret sebanyak 4,73 juta ton. Ditambah prakiraan produksi April-Juni, maka kumulatif produksi Januari-Juni 2025 sebanyak 8,07 juta ton. Meningkat sebesar 12,88% dibanding Januari-Juni 2024.

Produksi JPK 14% sebanyak 8,07 juta ton tersebut memang tertinggi selama beberapa tahun terakhir. Namun, hanya sedikit lebih banyak dibanding Januari-Juni 2022 yang sebesar 8,02 juta ton.

Dengan kata lain, data yang disampaikan BPS kurang mendukung narasi pidato Prabowo tentang produksi yang berlimpah. Prabowo bahkan menceritakan laporan Menteri Pertanian yang kesulitan menyimpan hasil produksi, sehingga diputuskan untuk membangun 25.000 gudang improvisasi.

Gudang Improvisasi dan Impor

Prabowo menyampaikan pula selama ini kita impor beras, dan dengan produksi yang kini berlimpah, maka bisa distop. Masih belum jelas, apakah menghentikan impor ini termasuk jagung.

Potensi Indonesia untuk tidak impor beras pada 2025 memang amat besar, namun terutama tidak disebabkan produksi yang melonjak drastis. Melainkan, karena impor beras pada tahun 2023 dan 2024 sudah terlampau banyak.

Impor beras sebanyak 3,06 juta ton pada 2023 dan 4,52 juta ton pada 2024. Padahal, rata-rata hanya 400an ribu ton per tahun selama periode 2019 sampai dengan 2022. Meski memang produksi beras menurun pada saat itu, namun tidak sebanding dengan kenaikan impornya.

Banyak diperbincangkan pengamat, meski tidak terdapat data resmi, banyak gudang termasuk milik Bulog, menampung beras impor. Tentu saja ada dinamika persediaan akibat konsumsi dan waktu impor, namun kebutuhan gudang pasti bertambah dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Baca juga: Ekonomi RI Sulit Tumbuh 5 Persen, Apalagi Menuju 8 Persen

Gudang improvisasi sebagai ide baru tentu menjadi perhatian publik, sehingga kemungkinan besar tidak akan menampung yang dari impor. Namun, gudang Bulog misalnya akan menjadi lebih leluasa untuk itu, karena produksi beras domestik sebagian sudah bisa ditampung gudang improvisasi.

Kita juga belum cukup jelas, apakah gudang improvisasi ini hanya untuk beras dan jagung. Bisakah dipakai untuk komoditas lainnya, serta adakah larangan untuk menampung yang berasal dari impor.

Sebagai tambahan informasi, meski produksi yang diklaim berlimpah tampaknya masih tidak mampu menghentikan impor. Selama ini volume impor jagung cenderung meningkat, dan hanya bisa sedikit turun pada saat produksi domestik meningkat. Impor pada 2024 mencapai 1,5 juta ton, naik dari 2023 yang 1,35 juta ton dan 2020 yang 1,31 juta ton.

Perlu pula dipertimbangkan mengenai perintah Prabowo agar TNI dan POLRI terlibat dalam urusan gudang ini. Spekulasi liar netizen bisa saja terbentuk, karena beberapa waktu lalu sempat dikatakan bahwa tak soal kejatuhan bursa saham atau semacamnya, asal rakyat bisa makan. Nah, apakah sudah khawatir bisa terjadi krisis ekonomi?

*) Ekonom Bright Institute

15 kali dilihat, 15 kunjungan hari ini
Editor: Bethriq Kindy Arrazy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *