apakabar.co.id, JAKARTA – Anggota DPR RI, Syamsul Bahri (SBR) begitu prihatin dengan dicabutnya status bandara internasional Syamsuddin Noor.
“Apalagi dengan baru ditunjuknya Kaltim menjadi ibu kota Nusantara,” jelas anggota Komisi XI ini kepada apakabar.co.id, Senin (29/4).
Penunjukkan Kaltim sebagai IKN sejatinya berkah tersendiri bagi Kalsel. Sebagai provinsi yang berbatasan langsung, Banua bakal kecipratan berkah. Mulai dari kemajuan ekonomi, hingga bonus demografi penduduk.
Syamsul melihat dengan dicabutnya status Bandara Syamsuddin Noor sedikit banyak berpengaruh ke geliat Kalsel sebagai penyangga IKN.
“Tidak sedikit warga Kalsel yang sebenarnya membutuhkan penerbangan internasional, terkhusus ke Singapura atau Malaysia,” jelasnya.
Singapura dikenal sebagai gudangnya pengobatan medis. Tak hanya itu, Kalsel dikenal dengan masyarakatnya yang amat agamis.
“Seandainya pemerintah bisa membuka penerbangan langsung ke Jeddah untuk jemaah umrah,” jelasnya.
Karenanya, Syamsul berharap pemerintah segera berbenah. Bisa sedikit memaksa para maskapai untuk membuka penerbangan langsung internasional dari dan ke Banjarmasin.
Syamsul pun siap memfasilitasi angkasa pura dan pemerintah daerah hearing dengan para maskapai di Senayan.
“Infrastruktur Syamsuddin Noor itu sudah wah, sangat sayang tidak dimanfaatkan secara global,” jelasnya.
Syamsuddin Noor tak lagi menyandang status bandara internasional. PT Angkasa Pura (Injourney Airports) buka suara.
Penyesuaian status bandara mengacu Keputusan Menteri Perhubungan Nomor Km 31 tahun 2024 mengenai penetapan bandar udara internasional dan Keputusan nomor Km 33/2024 tentang tatanan bandar udara nasional.
Direktur utama Injourney Airports Faik Fahmi menjelaskan berlakunya keputusan tersebut sejalan dengan program transformasi pihaknya.
Program dimaksud adalah menata kembali bandara Indonesia. Dengan tujuan memaksimalkan konektivitas udara yang lebih efisien dan efektif.
Sebelum diterbitkan keputusan menteri perhubungan nomor 31 tersebut, 31 bandara Injourney Airports berstatus internasional.
Injourney kemudian mendapati fakta banyak sekali bandara berstatus internasional namun sudah lama tanpa penerbangan antarnegara.
“Atau ada penerbangan internasional tapi hanya 2-3 kali seminggu,” jelas Faik Fahmi dalam keterangan tertulisnya kepada apakabar.co.id, Senin (29/4).
Seperti halnya Bandara Syamsuddin Noor. Yang terbilang minim penerbangan internasional. Penerbangan paling intens di bandara kebanggaan warga Kalimantan Selatan adalah tujuan Jeddah. Syamsudin Noor setidaknya hanya mencatat rata-rata 4.200 penumpang tiap bulan.
Memiliki fasilitas seperti imigrasi maupun karantina, mereka pun masih butuh lebih banyak penerbangan jarak jauh agar status internasional kembali tersemat.
Faik melihat minimnya penerbangan internasional membuat tak efisien. Banyak fasilitas di terminal internasional dimanfaatkan secara terbatas.
“Bahkan menganggur terlalu lama seperti fasilitas x-ray, ruang tunggu di terminal dan sebagainya. Karena itu perlu dilakukan penataan ulang oleh pemerintah,” jelas Faik.
Melalui proses transformasi bandara yang tengah berlangsung -diawali dengan penggabungan PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II- InJourney Airports akan menerapkan pola regionalisasi di 37 bandara yang dikelola.
Dengan konsep regionalisasi, bandara ada yang diposisikan sebagai HUB dan ada yang sebagai SPOKE.