apakabar.co.id, JAKARTA – Sebanyak 123 warga di Desa Sibanggor Julu dan Desa Sibanggor Tonga, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, mengalami keracunan gas beracun H2S saat PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) membuka lubang bor, pada Kamis (22/2).
Warga Sorik Marapi, Saptar, menuturkan ratusan warga yang tersebar di dua desa itu mengalami mual-muntah, pusing, dan pingsan. Warga kemudian dilarikan ke Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan terdekat.
“Korban yang terdata seratus lebih. Kemungkinan akan terus bertambah,” tutur Saptar.
Sejak PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) beroperasi, Saptar menuturkan tragedi maut kerap menghantui warga. Mulai dari konflik besar yang melibatkan warga yang pro dan kontra, lubang tambang yang menelan korban jiwa, hingga kebocoran gas berulang yang juga menelan korban jiwa.
Senada, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mencatat peristiwa yang menewaskan warga telah terjadi lebih dari sekali. Pertama, 20 Januari 2015, bentrokan antara warga yang pro dan kontra di Kecamatan Lembah Sorik Marapi menyebabkan seorang warga tewas dan rumah serta kendaraan (mobil) ikut hancur.
“Kedua kelompok warga, pro dan kontra, sama-sama korban, pemicunya tentu saja terkait kehadiran dan operasi perusahaan,” ujar Muh Jamil, Divisi Hukum JATAM, Jumat (23/2).
Kedua, 29 September 2018. Kolam penampungan air pengeboran milik PT SMGP yang berlokasi di Desa Sibanggor Jae, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, menewaskan dua orang santri, masing-masing atas nama Irsanul Mahya (14) dan Muhammad Musawi (15).
“Kolam penampungan air perusahaan itu tidak memiliki pagar pengaman dan tidak ada penjaga (security). Kedua korban jatuh di kolam sedalam sekitar 9 meter,” terangnya Jamil.
Ketiga, 25 Januari 2021, kebocoran gas H2S menyebabkan lima warga dan puluhan korban lainnya menjalani perawatan di rumah sakit. Peristiwa itu bermula akibat semburan gas dari sumur bor proyek PT SMGP.
Empat dari lima warga yang tewas adalah perempuan–dua ibu berusia 40-an dan anak perempuannya, usia 5 dan 3 tahun, serta satu petani remaja berusia 15.
“Lima korban meninggal tersebut merupakan warga yang sedang berladang di wilayah kerja PLTP Sorik Marapi,” terang Jamil. Mereka adalah Suratmi (46), Syahrani (14), Dahni, Laila Zahra (5), dan Yusnidar (3).
Keempat, 14 Mei 2021. Ledakan dan kebakaran terjadi di lokasi proyek PT SMGP yang hanya berjarak 300 meter dari permukiman penduduk. Ledakan dan kebakaran itu membuat warga mengungsi.
Kelima, 6 Maret 2022, kebocoran gas H2S dari salah satu sumur PT SMGP, menyebabkan 58 orang muntah, pusing, dan pingsan. Para korban terpaksa dilarikan dan dirawat di Rumah Sakit.
Keenam, 24 April 2022. Semburan lumpur panas setinggi 30 meter disertai bau gas menyengat, menyebabkan 21 orang terpapar gas beracun dan harus dilarikan ke rumah sakit. Semburan lumpur panas itu telah merendam area persawahan warga.
Ketujuh, 16 September 2022, kebocoran kembali terjadi menyebabkan 8 orang warga pusing, mual dan pingsan, lalu dilarikan ke Rumah Sakit.
Kedelapan, 27 September 2022. Kebocoran gas kembali terjadi, menyebabkan 86 warga dilarikan ke Rumah Sakit karena pusing, muntah, dan pingsan.
“Kesembilan, 22 Februari 2023, kebocoran gas kembali terjadi menyebabkan setidaknya 123 orang warga keracunan dan dirawat di Rumah Sakit,” ungkap Jamil.
Rentetan peristiwa maut yang menelan korban ratusan orang tersebut, ujar Jamil, tidak pernah mendapat penegakan hukum. Jatam mencatat, pemerintah baru satu kali memberikan sanksi kepada PT SMGP, itu pun sebatas pemberhentian sementara operasi pasca tewasnya warga pada 25 Januari 2021.
Langkah pembiaran operasi PT SMGP, kata Jamil, mengancam nyawa ribuan warga, terutama yang bermukim di Desa Sibanggor Julu dan Sibanggor Tonga. Kedua desa ini persis dikepung oleh pabrik geothermal PT SMGP.
Selain itu, operasi geothermal PT SMGP juga berdampak pada turunnya produktivitas lahan pertanian (sawah) warga yang berjarak tak sampai 100 meter.
“Hal itu terjadi karena semburan lumpur dan gas beracun, serta warga yang trauma untuk bekerja di ladangnya di tengah kepulan asap beracun perusahaan yang tiada henti,” papar Jamil.
Demikian juga dengan kesehatan warga yang terganggu. Warga mengeluh sering mengalami batuk, pilek, demam, hingga sesak napas. “Situasi ini tak pernah terjadi sebelum PT SMGP beroperasi,” tandasnya.