AJI Kecam Intimidasi Jurnalis saat Meliput Aksi ‘Indonesia Is Not For Sale’ di IKN

Di Balik Seruan 'Indonesia is Not for Sale' Berujung Penangkapan Aktivis di IKN

apakabar.co.id, JAKARTA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengecam aksi intimidasi  terhadap tiga jurnalis saat meliput kegiatan perayaan HUT RI di Kalimantan Timur pada Sabtu (17/8). Peliputan aksi aktivis merupakan bagian dari kepentingan publik yang memiliki nilai berita tinggi, relevan dan faktual.

Ketiga jurnalis (CNN Indonesia.com dan Project Multatuli) bersama aktivis dicegat oleh aparat kepolisian saat meliput aksi pembentangan kain merah bertulisan ‘Indonesia Is Not For Sale MERDEKA’ di Jembatan Pulau Galang, Penajam Paser Utara. Aksi itu digelar oleh belasan aktivis dari Greenpeace, WALHI dan JATAM sebagai rangkaian peringatan HUT  ke-79 RI.

Dalam keterangannya, Ketua Umum AJI Indonesia Nany Afrida menjelaskan, jurnalis berangkat menggunakan kapal kayu (klotok) bersama empat penumpang lainnya dan satu motoris sekitar pukul Pukul 07.10 WITA. Rombongan jurnalis dan aktivis dibagi 3 kelompok menggunakan kapal berbeda untuk menuju lokasi aksi.

Jurnalis tiba di kawasan Pantai Lango, tepatnya di Pulau Kwangan sekitar Pukul 07.50 WITA. “Di lokasi telah berkumpul masyarakat terdiri dari pemuda, anak-anak dan ibu-ibu yang berasal dari 7 desa di Teluk Balikpapan yang terdampak pembangunan ibu kota negara (IKN),” kata Nany, Selasa (20/8).

Aktivis Greenpeace Diamankan, Kompolnas Warning Polri

Koalisi masyarakat sipil bersama warga kemudian menggelar peringatan HUT RI pada pukul 09.42 WITA. Acara berlangsung khidmat, dirangkai pembacaan maklumat rakyat disertai lomba.

Jurnalis dan aktivis  kemudian mengikuti rangkaian arak-arakan 14 kapal menuju jembatan Pulau Balang pada pukul 11.20 WITA. Berbagai spanduk bertulisan kritikan terhadap pemerintah juga dibentangkan di badan kapal.

Mereka tiba di bawah Jembatan Pulau Balang pada pukul 12.05 WITA. Di lokasi ini, kata Nany, koalisi masyarakat sipil berkumpul dan menanti spanduk sepanjang 50 meter dibentangkan dari atas jembatan.

“Saat itulah, satu unit perahu karet dari Polairud Penajam Paser Utara datang dan menanyakan kegiatan aksi. Beberapa menit kemudian, dua perahu dari kepolisian sektor Penajam datang membubarkan aksi,” papar Nany.

Di Balik Seruan ‘Indonesia is Not for Sale’ Berujung Penangkapan Aktivis di IKN

Jurnalis dan aktivis kemudian bubar pada pukul 12.17 WITA. Rombongan  berangkat ke arah Maridan, arah sebaliknya dari Balikpapan, untuk mengantar aktivis, kemudian kembali ke arah Jembatan Pulau Balang.

Jurnalis diberhentikan aparat di bawah jembatan Pulau Balang sekitar pukul 13.00 WITA. Mereka diminta ikut naik ke daratan, namun ditolak karena mereka akan pulang usai meliput kegiatan tersebut. Mereka terus dipaksa petugas sambil menepuk-nepuk atap kapal, “Turun dari kapal! Kalian takut kah? Kalau benar kenapa takut? Cepat turun dari kapal!”

Pukul 13.15 Wita, jurnalis memutuskan turun demi menghindari hal-hal tidak diinginkan. Situasi semakin tidak kondusif. Jurnalis digiring ke arah gedung berlambang PUPR, tidak jauh dari jembatan pulau balang.

Jurnalis, kata Nany, diintimidasi untuk tujuan apa berada di lokasi tersebut. Jurnalis  menjawab liputan, tetapi petugas tersebut malah tertawa.

HUT RI di IKN, Aktivis Diamankan

Saat itu sempat terjadi perdebatan antara aktivis dan puluhan aparat gabungan TNI-Polri. Beberapa dari mereka meminta telepon genggam dan KTP, namun ditolak. Sekitar pukul 14.55 WITA, jurnalis diperbolehkan kembali ke kapal setelah aparat mendata nama dan medianya.

“Sementara belasan aktivis digiring ke Polres Penajem Paser Utara untuk dimintai keterangan bersama pendamping hukum,” terangnya.

Sekitar pukul 20.35 WITA, jurnalis kembali ke hotel bersama rombongan aktivis. Ketika menuju hotel di Balikpapan, mereka diikuti oleh sebuah kendaraan selama satu jam. Mereka berhasil menghindar dengan masuk ke gang-gang sampai kemudian tiba ke hotel dengan aman. Sayangnya, saat di hotel, dua orang perawakan intel terlihat berjaga di lobi mengamati mereka.

Atas kejadian itu, AJI menyatakan jurnalis dalam menjalankan tugas profesinya dilindungi Undang-undang Pers. Pada Pasal 4 ditegaskan bahwa pers nasional tidak dapat disensor, dibredel, atau dilarang menyiarkan.

Aparat Didesak Usut Tuntas Kasus Pembunuhan Aktivis Lingkungan Abah Nateh

“Untuk menjamin kemerdekaan pers, jurnalis memiliki hak untuk mencari, mendapatkan, dan menyebarkan gagasan dan informasi,” tegas Nany.

Tindakan intimidasi telah melanggar Pasal 18 Ayat (1) UU Pers. Setiap orang yang sengaja menghambat atau menghalangi pelaksanaan tugas jurnalis bisa kenai pidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta.

AJI juga mempertanyakan urgensi aparat kepolisian membawa jurnalis ke pos polisi. Bahwa jurnalis meliput aksi aktivis karena memang memiliki nilai berita tinggi, relevan dan faktual.

“Meskipun pada akhirnya dilepas, justru menggelandang jurnalis ke pos polisi adalah bentuk intimidasi dan menghalang-halangi kerja-kerja jurnalis,” katanya.

Gandeng LBH Pers, AJI Jakarta Desak Pinusi.com Bayar Hak Mantan Pekerja

Kerja-kerja jurnalis dilindungi UU Pers dan segala bentuk intimidasi, termasuk membawa jurnalis ke pos polisi saat peliputan adalah tindakan melanggar UU itu. Untuk kesekian kalinya dan terus berulang, aparat kepolisian menjadi aktor utama musuh kebebasan pers.

“Karena itu, AJI Indonesia mendesak aparat mengusut kasus penangkapan dan intimidasi jurnalis dan aktivis tersebut. Tindakan aparat kepolisian itu telah mencederai kebebasan pers dan hak kebebasan berekspesi,” kata Nany.

Atas peristiwa intimidasi terhadap jurnalis, AJI Indonesia mendesak pihak kepolisian memproses hukum aparat yang melakukan intimidasi kepada jurnalis yang sedang meliput.

Dugaan Motif Pembunuhan Aktivis Meratus Abah Nateh

“Ini bentuk upaya menghambat kerja jurnalis dalam mencari informasi sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers Nomor 40 Tahun 1999,” ujarnya.

AJI Indonesia juga mengimbau  semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. Itu karena, jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers.

Selain itu, Nany mengimbau jurnalis agar patuh pada kode etik jurnalistik dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan jurnalistik.

49 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *