1446
1446

Band Sukatani Akui Intimidasi, Koalisi: Proses Anggota Polisi yang Langgar Etik

Gitaris dan electroguy Sukatani band Muhammad Syifa Al Lufti (kanan) dan vokalis Novi Chitra Indriyati (kiri) memainkan lagu saat konser Crowd Noise di Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Minggu (23/2/2025) malam. Sukatani band yang berasal dari Purbalingga tersebut tampil menyanyikan sebanyak enam lagu. Foto: ANTARA

apakabar.co.id, JAKARTABand Sukatani, kelompok musik punk asal Jawa Tengah, baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah mengungkapkan adanya tekanan dan intimidasi dari aparat kepolisian terkait lagu mereka yang berjudul Bayar, Bayar, Bayar.

Melalui akun Instagram resmi @sukatani.band pada 1 Maret 2025, Band Sukatani menyampaikan bahwa mereka dipaksa menarik lagu tersebut dan membuat video permintaan maaf. Pengakuan ini membuka babak baru dalam isu kebebasan berekspresi dan penyalahgunaan wewenang oleh aparat negara di Indonesia.

Kasus ini bermula pada Juli 2024, ketika Band Sukatani merilis lagu Bayar, Bayar, Bayar. Lagu ini dianggap sebagai bentuk kritik terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, terutama terkait beban hidup yang semakin berat. Namun, kritik tersebut rupanya mendapat respons yang tidak semestinya dari aparat kepolisian.

Menurut keterangan yang disampaikan Band Sukatani, sejak lagu tersebut dirilis, mereka mulai merasakan tekanan dari pihak kepolisian. Intimidasi ini memuncak ketika beberapa anggota kepolisian mendatangi personel band dan memaksa mereka untuk menarik lagu dari berbagai platform digital. Tak hanya itu, Band Sukatani juga dipaksa membuat video permintaan maaf.

Merespons tudingan tersebut, Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah pada 25 Februari 2025 menyatakan bahwa hasil pemeriksaan Propam Polda Jawa Tengah tidak menemukan adanya pelanggaran dalam tindakan anggotanya. Menurut pihak Polda, anggota kepolisian telah menjalankan tugas secara profesional.

Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Irjen Pol (Purn) Arif Wicaksono Sudiutomo juga membantah adanya intimidasi. Ia menegaskan bahwa kedatangan anggota kepolisian ke Band Sukatani hanya untuk melakukan klarifikasi, bukan untuk menekan atau memaksa.

Sikap koalisi masyarakat sipil

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian (RFP) memandang tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian sebagai bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi. Mereka menilai bahwa sekalipun dalih klarifikasi digunakan, tindakan tersebut tetaplah pelanggaran dan penyalahgunaan wewenang.

Koalisi menekankan bahwa kebebasan berekspresi, termasuk melalui karya seni, dijamin oleh konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hak ini juga diperkuat melalui instrumen internasional seperti Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia.

Institute Criminal Justice Reform (ICJR) dalam rilis medianya pada 22 Februari 2025 menyatakan bahwa tindakan polisi mendatangi dan meminta klarifikasi atas lagu Bayar, Bayar, Bayar bukan merupakan kewenangan aparat kepolisian. Tidak ada ketentuan pidana yang dilanggar oleh Band Sukatani, sehingga tindakan aparat kepolisian tersebut merupakan pelanggaran hukum.

Pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa setiap pegawai negeri yang dengan sewenang-wenang menggunakan kekuasaannya untuk memaksa seseorang melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu dapat diancam pidana penjara maksimal 2 tahun 8 bulan.

Dengan demikian, tindakan pemaksaan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap Band Sukatani memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal tersebut.

Tuntutan transparansi dan akuntabilitas

Saat ini, pemeriksaan terhadap anggota Ditsiber Polda Jawa Tengah telah diambil alih oleh Propam Mabes Polri. Koalisi Masyarakat Sipil menuntut agar proses pemeriksaan dilakukan secara akuntabel dan transparan.

Mereka mendesak agar hasil pemeriksaan memuat kronologi yang jelas, dasar hukum yang digunakan, identitas polisi pelanggar, serta kelengkapan administrasi saat tindakan tersebut dilakukan.

Selain itu, koalisi juga meminta agar Propam Mabes Polri tidak hanya memproses kasus ini dalam ranah etik, tetapi juga menggunakan instrumen hukum pidana. Proses hukum pidana dinilai penting untuk memberikan efek jera dan memastikan bahwa tindakan serupa tidak terulang di masa depan.

Kebebasan berekspresi merupakan hak fundamental yang dilindungi oleh konstitusi Indonesia. Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Selain itu, Pasal 19 ICCPR yang telah diratifikasi melalui UU No. 12 Tahun 2005 juga menjamin hak setiap orang untuk mencari, menerima, dan menyebarluaskan informasi serta ide dalam bentuk apapun.

Tindakan intimidasi terhadap Band Sukatani menjadi preseden buruk bagi kebebasan berekspresi di Indonesia. Jika dibiarkan, hal ini dapat menjadi momok bagi seniman, aktivis, dan masyarakat umum yang ingin menyuarakan pendapat melalui berbagai bentuk ekspresi.

Berdasarkan perkembangan kasus ini, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian mendesak Kapolri dan Propam Mabes Polri untuk menjalankan proses pemeriksaan secara akuntabel, objektif, dan transparan. Selanjutnya menggunakan instrumen pidana untuk memproses anggota kepolisian yang terbukti melakukan intimidasi.

Koalisi juga mendesak agar kepolisian melindungi hak kebebasan berekspresi Band Sukatani dengan memastikan lagu Bayar, Bayar, Bayar dapat diakses kembali oleh publik tanpa tekanan atau sensor.

Kasus intimidasi terhadap Band Sukatani menunjukkan pentingnya pengawasan masyarakat terhadap tindakan aparat penegak hukum. Kepolisian sebagai institusi yang seharusnya melindungi masyarakat, justru tidak boleh menjadi alat pembungkaman kebebasan berekspresi.

Transparansi, akuntabilitas, dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran oleh aparat kepolisian menjadi kunci dalam menjaga demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia. Proses pemeriksaan yang terbuka dan sanksi yang tegas diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam memperbaiki citra kepolisian dan memperkuat kebebasan berekspresi di tanah air.

214 kali dilihat, 11 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *