DFW Indonesia Desak Pemerintah Usut Kejahatan Perikanan di Laut Arafura

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono. Foto: KKP

apakabar.co.id, JAKARTA – Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mengaparesiasi dan mendukung langkah dan upaya KKP yang dengan cepat melakukan operasi penegakan hukum dengan menangkap KM MUS yang terindikasi melakukan kejahatan perikanan di laut Arafura atau WPP 718.

Kapal Orca 6 milik Ditjen Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), KKP pada Minggu (14/4) berhasil melakukan penangkapan kapal ikan Indonesia, berinisial KM MUS di laut Arafura atau WPP 718.

Penangkapan dilakukan karena adanya laporan masyarakat tentang indikasi praktik transhipment atau alih muatan ikan dari kapal ikan asing yaitu KM RZ 03 dan RZ 05.

Manajer Human Right DFW Indonesia Miftahul Choir dalam keterangannya menjelaskan pelanggaran hukum yang dilakukan KM MUS meliputi transhipment ditengah laut, jual beli BBM subsidi dan perdagangan orang.

Upaya repatriasi atau pemulangan terhadap 16 orang ABK yang dilakukan pemerintah juga diapresiasi DFW. Pemulangan ke daerah asal, kata Miftahul, merupakan tindakan kemanusiaan.

“Pemulihan hak para ABK berupa upah dan jaminan sosial mesti dijamin oleh pemerintah,” ujarnya di Jakarta, Kamis (18/4).

Data yang dimiliki DFW menemukan salah seorang ABK, berinisial SI telah direkrut oleh agen perseorangan asal Pati, Jawa Tengah pada bulan Maret 2024. Modus perekrutan melalui media sosial (facebook), dengan imiing-iming bekerja di kapal ikan dengan gaji Rp 2 juta, premi Rp 500 ribu, dan pinjaman Rp 5-7 juta.

“Mereka direkrut tanpa Perjanjian Kerja Laut dan KTP ditahan oleh agensi” terangnya.

Awal April 2024, IS bersama 55 orang ABK berangkat dengan kapal KM MUS menuju perairan Arafura. Setibanya di Laut Arafura, mereka bekerja memindahkan ikan dari kapal KM RZ 03 ke kapal KM MUS.

“KM MUS merupakan kapal collecting ikan,” terangnya.

Para ABK sempat menanyakan hak mereka berupa premi dan THR yang sudah dijanjikan oleh agen perekrut tapi ditolak oleh nakhoda. Atas situasi ketidakpastian tersebut, pada tanggal 11 April 2024, 6 orang ABK memutuskan loncat ke laut dimana 5 orang selamat dan ditemukan oleh warga Pulau Panambulai dan 1 orang hilang.

Pada tanggal 15 April 2024, satu orang ABK yang hilang tersebut dilaporkan telah ditemukan oleh warga desa Koijabi dalam keadaan tewas. “ABK berinisial JA tersebut berasal dari Binjai, Sumatera Utara,” kata Miftahul.

Selain itu, pada saat yang bersamaan National Fishers Center (NFC) yang dikelola oleh Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia menerima pengaduan 5 orang Awak Kapal Perikanan yang sebelumnya direkrut dan bekerja di kapal ikan Indonesia, KM MUS.

Selanjutnya, DFW mendesak KKP dan TNI AL laut untuk melakukan sinergi dan pengejaran kepada kapal asing RZ 03 dan RZ 05. Pada kedua kapal asing tersebut ditenggarai masih terdapat ABK Indonesia.

DFW, kata Miftahul, meminta aparat penegak hukum melakukan upaya penegakan hukum yang serius dengan mengusut tuntas pihak-pihak yang terlibat dalam tindak pidana perikanan (transhipment, perdagangan BBM subsidi secara ilegal dan perbudakan) yang memakan korban warga negara Indonesia.

“DFW juga meminta KKP untuk melakukan inspeksi kepada kapal ikan collecting yang mungkin terindikasi memuat BBM bersubsidi kemudian memperdagangkan, termasuk melakukan pemeriksaan secara regular kepada kondisi kerja dan kelengkapan kerja awak kapal perikanan,” tandasnya.

386 kali dilihat, 4 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *