Hakim Diganti, Sidang Korupsi Gula yang Menjerat Tom Lembong Tetap Berlanjut

Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika (tengah) saat menetapkan hakim pengganti dalam sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi importasi gula di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/4/2025). Foto: ANTARA

apakabar.coi.id, JAKARTA – Sidang perkara dugaan korupsi importasi gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (14/4). Sidang ini turut diwarnai dengan pergantian salah satu hakim anggota.

Hakim anggota atas nama Ali Muhtarom diganti karena sedang berhalangan tetap setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap atau gratifikasi terkait putusan lepas (ontslag) perkara ekspor crude palm oil (CPO). Penetapan tersangka terhadap Ali dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Senin (14/4) dini hari.

“Karena hakim anggota atas nama Ali Muhtarom sedang berhalangan tetap dan tidak dapat bersidang lagi, untuk mengadili perkara ini perlu ditunjuk hakim anggota pengganti,” ujar Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/4).

Sebagai pengganti, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menunjuk Alfis Setiawan untuk mendampingi hakim anggota Purwanto Abdullah dalam memimpin jalannya persidangan.

Setelah proses administrasi penggantian hakim selesai, sidang perkara Tom Lembong dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi.

Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum menyebutkan bahwa Tom Lembong merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar. Kerugian ini terjadi akibat pemberian surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) kepada 10 perusahaan selama tahun 2015–2016.

Masalahnya, surat tersebut diberikan tanpa adanya rapat koordinasi dengan kementerian terkait dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Lebih lanjut, perusahaan yang diberikan izin bukanlah perusahaan yang berwenang mengolah GKM menjadi gula kristal putih, karena mereka merupakan perusahaan gula rafinasi.

Tidak hanya itu, Tom Lembong juga tidak menunjuk perusahaan milik negara (BUMN) untuk menjaga ketersediaan dan stabilisasi harga gula. Sebaliknya, ia menunjuk sejumlah koperasi yang tidak memiliki kapabilitas serupa, yakni Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), dan Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.

Atas perbuatannya, Tom Lembong dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sidang akan terus berlanjut dengan menghadirkan saksi-saksi lainnya untuk mengungkap fakta hukum lebih jauh terkait kasus yang menyeret nama besar mantan pejabat negara tersebut.

426 kali dilihat, 427 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *