apakabar.co.id, JAKARTA – Menteri Luar Negeri Indonesia, Sugiono, menegaskan kembali posisi Indonesia yang konsisten menganut kebijakan luar negeri ‘Satu China‘. Hal itu diungkapkan Menlu Sugiono dalam pertemuan tingkat tinggi antara Indonesia dan China yang digelar di Wisma Negara Diaoyutai pada Senin (21/4),
Dalam forum 2+2 Pertemuan Tingkat Menteri Pertama China-Indonesia, Sugiono menegaskan sikap Indonesia tidak akan mencampuri urusan dalam negeri China, termasuk isu-isu sensitif seperti Taiwan, Xinjiang, Hong Kong, dan Tibet (Xizang).
“Indonesia menganut kebijakan luar negeri Satu China. Sehingga persoalan terkait Taiwan, Xinjiang, maupun Hong Kong adalah masalah dalam negeri China. Indonesia tidak ada keinginan mencampurinya,” ujar Sugiono.
Pertemuan yang juga dihadiri Menteri Pertahanan Indonesia Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Luar Negeri China Wang Yi, dan Menteri Pertahanan China Dong Jun, merupakan tindak lanjut dari pertemuan Presiden Prabowo Subianto dan Presiden China Xi Jinping yang berlangsung pada 9 November 2024. Pada pertemuan itu, kedua pemimpin sepakat memperkuat kerja sama dalam 5 (lima) pilar utama, yakni: politik, ekonomi, pertukaran masyarakat, maritim, dan keamanan.
Dalam konteks keamanan, Sugiono juga menyoroti ketegangan yang masih terjadi di Laut China Selatan. Menurutnya, dialog dan kerja sama harus terus dilakukan demi menjaga stabilitas di kawasan tersebut.
“Kami ingin agar dialog ini terus dilakukan dan akhirnya menciptakan stabilitas di kawasan,” tambahnya.
Apresiasi Pemerintah China
Pada kesempatan itu, Menlu China Wang Yi menyampaikan apresiasi atas dukungan Indonesia terhadap prinsip Satu China. Ia menyebut, dukungan Indonesia terhadap posisi China dalam isu Taiwan, Xinjiang, Tibet, dan Hong Kong sangat penting, dan sebaliknya, China juga berkomitmen untuk mendukung Indonesia di forum internasional.
“China mengapresiasi Indonesia yang mendukung prinsip Satu China. Kami yakin Indonesia akan selalu mendukung posisi kami dalam isu-isu internal tersebut,” ujar Wang Yi.
Wang Yi juga menyoroti pentingnya keseimbangan antara pembangunan dan keamanan, yang ia ibaratkan sebagai dua roda sepeda yang harus berjalan beriringan.
Wang Yi menyebut ada dua isu utama yang kini menjadi perhatian China, yakni:
-
Taiwan – Wang menyoroti sikap Partai Progresif Demokratik (DPP) di Taiwan yang menurutnya bersikeras untuk merdeka. Ia menegaskan bahwa Taiwan merupakan bagian dari China, merujuk pada Deklarasi Kairo 1943 dan Deklarasi Potsdam 1945 yang menegaskan wilayah-wilayah yang diambil dari Jepang, termasuk Taiwan, harus dikembalikan ke China.
-
Laut China Selatan dan Code of Conduct (COC) – Wang berharap perundingan untuk menyusun pedoman perilaku di kawasan Laut China Selatan (COC) bisa terus dilanjutkan. Dengan adanya kesepakatan COC, semua pihak seharusnya dapat mengedepankan pendekatan kolaboratif dan menjaga stabilitas.
Wang Yi juga menyampaikan kekhawatirannya terhadap pihak luar yang berusaha memecah hubungan baik antara China dan ASEAN.
“Jika China dan ASEAN damai, maka pihak luar tidak punya ruang untuk mencampuri urusan kita. China tidak akan melakukan aksi sepihak yang bisa memicu konflik,” tegas Wang Yi.
Ketegangan dengan AS
Menteri Pertahanan China, Dong Jun, menyoroti kehadiran militer Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara, khususnya di sekitar Taiwan. Ia menyatakan bahwa latihan militer dan pengerahan sistem rudal oleh AS di Filipina utara menjadi ancaman bagi stabilitas kawasan.
“AS terus mendukung gerakan separatis di Taiwan. Kami terpaksa melakukan latihan militer untuk mencegah intervensi dan mendukung reunifikasi Taiwan dengan berbagai cara,” kata Dong Jun.
Dong Jun merujuk pada latihan militer gabungan antara AS dan Filipina yang digelar pada Oktober 2024 dengan melibatkan sistem rudal jarak menengah Typhon. Sistem ini mampu menembakkan Rudal Standar-6 dan Tomahawk yang dinilai sangat membahayakan keamanan kawasan.
Pernyataan tegas Indonesia soal prinsip ‘Satu China‘ menunjukkan konsistensi dalam kebijakan luar negerinya. Di sisi lain, dukungan Indonesia terhadap dialog damai di Laut China Selatan juga memperkuat posisi Indonesia sebagai mitra strategis yang menjunjung stabilitas kawasan.
Pertemuan itu menegaskan pentingnya kolaborasi bilateral yang saling menghormati kedaulatan masing-masing, serta mendorong dialog terbuka untuk menghindari konflik.