apakabar.co.id, JAKARTA – KPK mengungkap dua poin besar pembelaan setelah digugat praperadilan oleh Sahbirin Noor. Komisi antirasuah meminta pengadilan menolak gugatan Gubernur Kalsel.
Sidang praperadilan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor kembali digelar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa sejak pukul 13.00 (5/11). KPK duduk selaku termohon.
“Menolak permohonan praperadilan yang diajukan pemohon dan menyatakan permohonan praperadilan tidak dapat diterima,” kata Nia Siregar dari Tim hukum KPK.
KPK juga menyatakan permohonan praperadilan yang diajukan Birin bersifat prematur dan kabur atau obscuur libel. Lalu meminta hakim menyatakan penyelidikan dan penyidikan KPK sah menurut hukum dan mempunyai kekuatan mengikat.
“Untuk itu, KPK menolak permintaan pemohon bahwa penetapan tersangka merupakan tidak sah dan tidak berdasar atas hukum,” ucap Nia.
Ada dua poin besar pembelaan. Pertama mengenai penetapan tersangka dan kedua soal alat bukti. Dugaan tindak pidana korupsi yang disangka ke Sahbirin Noor telah mempunyai dua alat bukti yang cukup. Serta terdapat keterangan saksi-saksi yang berkesesuaian.
Semua bukti tersebut didapat KPK dari operasi tangkap tangan (OTT) kepada enam anak buah Sahbirin dan dua kontraktor. Masing-masing penerima dan pemberi suap.
OTT dilakukan KPK di Kalimantan Selatan, awal Oktober tadi. Barang bukti yang diamankan komisi antirasuah mulai uang tunai Rp12 miliar hingga 500 dolar Amerika.
Uang dalam kardus bergambar Sahbirin itu diduga akan diberikan ke gubernur sebagai komisi atas tiga proyek fasilitas olahraga terintegrasi di e-katalog. Total nilai tiga proyek itu mencapai Rp54 miliar.
Fee didapat setelah KPK mengendus empat modus korupsi oleh Sahbirin dan para anak buahnya. Mulai dari pembocoran harga proyek, rekayasa proses pemilihan, hingga pelaksanaan pekerjaan lebih dulu.
Enam dari tujuh tersangka langsung ditahan KPK. Sedangkan, Sahbirin sampai hari ini belum ditahan. Diam-diam, Sahbirin justru mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Jakarta Selatan, 10 Oktober.
“Penetapan tersangka Sahbirin Noor didasarkan dua alat bukti yang sah,” kata Nia.
Kedua, soal penetapan Sahbirin Noor sebagai tersangka yang dilakukan tanpa pemeriksaan langsung. Menurut KPK itu sah. Sebab kasus tersebut dihadapi secara in absentia.
In absentia dimaksud, KPK sudah berupaya memanggil dan mencari Sahbirin yang sampai hari ini masih menghilang. Buktinya, kata Nia, surat perintah penangkapan nomor 06 sudah dikeluarkan. Termasuk pencekalan ke lur negeri.
“KPK saat ini juga masih melakukan pencarian terhadap keberadaan pemohon,” jelas Nia.
Sidang gugatan praperadilan Sahbirin Noor akan kembali digelar pada besok Rabu (06/11) Agendanya menghadirkan dua ahli dari pihak Sahbirin.
Dimintai pendapatnya, ahli hukum dari Universitas Islam Syarif Hidayatullah, Andi Syafrani melihat KPK masih perlu membuktikan upaya pencarian yang dilakukan kepada Sahbirin sebelum menyidik secara in absentia.
“DPO juga tidak diterbitkan KPK. Ini aneh,” ujar Andi via seluler.
Jika hanya lewat surat perintah penangkapan dan pencekalan saja, bagi Andi itu jelas tak cukup. “Beda dong objek dan tujuannya jika dihubungkan dengan in absentia,” jelas Andi.
“Kalau gitu, bisa aja seenaknya semua penyidik proses seseorang dan tetapkan jadi tersangka meski tidak ada pemeriksaan sama sekali dengan alasan in absentia. Tidak ada due process of law,” sambungnya.
Media ini sudah menghubungi Juru Bicara KPK untuk meminta penjelasan lebih rinci mengenai upaya pencarian Sahbirin. Namun sampai kini belum ada respons.
Terpisah, Soesilo selaku kuasa hukum Sahbirin usai sidang bersikeras bahwa kliennya tidak melarikan diri. “Tentu, sebagai kuasa hukum, kami tidak bisa bertemu atau berkomunikasi dengan Pak Sahbirin setiap hari. Namun, Pak Gubernur masih ada,” ujarnya tanpa memerinci keberadaan Sahbirin.