apakabar.co.id, JAKARTA – PT Pelni terus melakukan pembenahan di bidang komunikasi publik. Giliran seluruh kepala cabang Pelni dilatih kembali menjadi juru bicara. Sebenarnya ini bukanlah hal baru.
“Utamanya untuk lebih siap menghadapi masa krisis, komunikasi yang tepat saat musibah sedang terjadi menjadi penting,” jelas Sekretaris Perusahaan Pelni, Evan Eryanto kepada apakabar.co.id.
Pelatihan digelar di Hotel Vertu Harmoni, Jakarta, Selasa (10/9). Seluruh kepala Pelni se-Tanah Air hadir dalam pelatihan yang menjadi bagian dari rapat pimpinan tahunan itu. Tak hanya kepala cabang, sejumlah pimpinan dari direksi, vice president, sampai perwakilan kapal turut hadir.
Evan menerangkan perwakilan direksi maupun kepala cabang memiliki kewenangan untuk memberikan informasi publik. Tapi, harus sesuai dengan SOP yang berlaku di perusahaan.
Kemampuan dan pengalaman komunikasi publik kepala cabang tentu berbeda-beda. Yang bisa saja memengaruhi pendekatan ke wartawan.
“Untuk itu perlu terus dilatih dan di-ugrade,” jelas Evan.
Dalam pelatihan, utamanya, para kepala cabang dan pimpinan dari direksi dibekali para pemateri bagaimana konsep dan strategi menghadapi jurnalis.
“Sama seperti menulis, intinya harus tahu dan berani. Jurnalis bekerja untuk publik. Kalau kita bertanya ya untuk memeriksa fakta,” jelas Fariz Fadhillah salah satu pemateri.
“Jadi, harus pintar-pintar siap menghadapi wartawan,” jelasnya.
Pemimpin redaksi apakabar.co.id ini berkata tak usah takut menghadapi wartawan. Asal menguasai data, tidak berspekulasi, dan tahu batasan wewenang, semua pasti beres.
“Kuasailah data dan jadilah kompeten. Bagaimana wartawan bisa menjadi objektif dan profesional juga bergantung bapak-bapak semua,” jelas pemuda asal Balikpapan ini.
Wartawan lekat dengan etika. Juga setia melakukan konfirmasi. Etika inilah yang membedakan wartawan dengan sekadar pendengung. Dan konfirmasi itulah yang membedakan mana produk jurnalistik mana sekadar konten media sosial.
“Wartawan yang benar selalu bertanya dengan konteks. Tidak ujug-ujug. Tidak meminta imbalan. Juga mengenalkan diri sedari awal,” jelasnya.
Prita Laura dari Kantor Staf Presiden (KSP) juga hadir bersama pemateri lainnya, wartawan sekaligus senior produser Imam Budi Mulyana, dan Eko Suprihatno dari Media Indonesia.
Prita berlatar koordinator para jubir di Deputi IV/KSP. Dulunya talent manager di Metro TV. Prita sengaja mengolaborasikan pemateri dari Jakarta dan juga Kalimantan. Tujuannya, supaya peserta lebih kompleks memahami cara kerja wartawan sesuai karakteristik daerah.
Eko Suprihatno berkata berhubungan dengan wartawan itu gampang-gampang sulit. “Kalau berkawan, terlalu dekat juga salah. Pun menjadikannya lawan tambah salah,” jelasnya.
Eko juga mengingatkan adanya hak koreksi dan hak jawab. Hak koreksi adalah oleh siapapun. Sementara hak jawab hanya pada yang merasa dirugikan atas suatu pemberitaan.
Sebelum memasuki simulasi jumpa pers, Prita membagikan tips dan trik komunikasi publik. Utamanya mengenai kemampuan memilih kata dan menjaga gestur.
“Intinya sampaikan saja fakta, dan hindari diksi yang spekulatif,” jelas Prita.
Dalam sesi simulasi, peserta dibagi per kelompok. Empat kelompok yang terpilih kemudian seolah-olah melakukan jumpa pers. Studi kasusnya kecelakaan Kapal Motor (KM) Umsini, Juni 2024 lalu. Mereka yang sebenarnya sudah terbiasa berhadapan dengan wartawan ini berdiri di atas panggung disaksikan para peserta lain untuk memberikan keterangan pers.
“Dalam situasi krisis, jangan pernah menyampaikan informasi ke publik yang belum terverifikasi kebenarannya,” Prita mengingatkan.
Para peserta kemudian dicecar oleh pemateri yang seolah-olah menjadi wartawan. Mulai ihwal awal mula kecelakaan, pemicu kecelakaan, evaluasi SOP keselamatan, dan tindak lanjut terhadap nasib penumpang.
“Ketika tampil di publik gestur juga menentukan. Harus tegas dan percaya diri,” jelas Prita.
“Jangan lupa, pertama yang harus disampaikan sebaiknya memberikan simpati,” sambung Prita.
Fariz kemudian menambahkan bahwa menguasai data juga tak kalah pentingnya. “Hafalkan data, atau setidaknya pahami. Kalau ragu, bawa catatan. Atau didampingi anak buah yang menguasai data,” jelasnya.
Tugas wartawan adalah mencari fakta, fokus pada pencarian kebenaran, dan melakukan verifikasi. Maka, sudah pasti yang dibutuhkan adalah pejabat yang berkompeten, berwenang, mengerti atau pihak yang menyaksikan langsung suatu peristiwa itu.
Tak cuma press konference, peserta kemudian juga melakukan simulasi wawancara cegat alias doorstop.
Pemateri Imam Budi Mulyana menjelaskan kemampuan media handling dibutuhkan tidak hanya dalam hal mengelola persepsi publik dan membangun citra positif perusahaan.
“Hubungan positif dengan kalangan media atau pers terutama juga sangat membantu menghadapi sebuah krisis komunikasi agar tidak berkembang menjadi pemberitaan negatif dan merusak reputasi perusahaan,” jelas wartawan senior satu ini.
Setelah mengikuti pelatihan tadi, Sekretaris Perusahaan, Evan Eryanto optimis para kepala cabang dapat menjadi juru bicara yang lebih efektif.
“Kami yakin para kepala cabang dapat lebih percaya diri dan profesional dalam berkomunikasi dengan media. Kemampuan ini sangat penting untuk memastikan informasi yang disampaikan kepada publik sesuai dengan standar perusahaan,” ujar Evan.
Evan mengungkapkan keyakinannya. Bahwa kemampuan yang diperoleh selama pelatihan akan mempermudah kepala cabang dalam menyampaikan pesan perusahaan dan membangun hubungan yang positif dengan media.
“Pelatihan ini merupakan bagian dari upaya PT Pelni untuk memperkuat kehadiran dan citra perusahaan di media serta meningkatkan kualitas komunikasi internal dan eksternal,” ujarnya.
Kepala operasi PT Pelni Ambon Budiarto, salah satu peserta merasa lebih percaya diri setelah mengikuti pembekalan ini. “Ini sangat berharga. Kami yakin lebih mampu menyampaikan pesan dengan jelas dan efektif, serta mengelola hubungan dengan media dan publik dengan lebih baik,” ujar Budiarto.