apakabar.co.id, CIANJUR – Bengkel Politik Cianjur (BPC) segera melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Cianjur ke Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP).
Pelaporan tersebut dilakukan karena KPU dan Bawaslu Cianjur dianggap tidak tegas sehingga terkesan terjadi pembiaran terkait pelanggaran pemilu di TPS 15 Desa Mentengsari, Kecamatan Ciaklongkulon, Cianjur.
Direktur Eksekutif Bengkel Politik Cianjur (BPC) Unang Margana mengungkapkan, pihaknya masih terus melakukan kajian menyeluruh terkait dugaan pelanggaran tersebut.
“Kita sedang mengkaji apa ada pelanggaran etik pada penyelenggara dalam hal ini KPU dan Bawaslu Kabupaten Cianjur dalam peristiwa di TPS 15 Desa Mentengsari yang sebabkan pemungutan suara ulang (PSU),” tuturnya, Kamis (4/7).
Unang mempertanyakan pengawasan KPPS dan Panwas dalam insiden pencoblosan ulang oleh mantan Kades Mentengsari, Somantri. Dirinya ingin memastikan apakah petugas KPPS dan Panwas yang bertugas saat itu telah mendapatkan sanksi tegas dari KPU dan Bawaslu Kabupaten Cianjur.
“Karena saat Pemilu 2024 pada 14 Februari lalu ada KPPS dan Panwas. Dan mereka tidak melaporkan tindakan yang dilakukan oleh oknum kades itu. Sanksi apa yang diberikan pada mereka,” ujarnya.
Sejauh ini, Unang mengakui dirinya belum mengetahui adanya pemberian sanksi tegas kepada para pihak yang bertugas di TPS 15 Desa Mentengsari.
“Kalau memang tidak ada tindakan, kita akan laporkan keduanya pada Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP),” tegasnya.
Sementara itu, Ketua KPU Kabupaten Cianjur M Ridwan menuturkan, petugas KPPS yang terlibat di TPS 15 telah diberikan sanksi. Selanjutnya mereka dimasukkan ke dalam daftar hitam sehingga tak diizinkan berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemilu.
“Sanksinya mereka tidak akan dipakai lagi jasanya oleh KPU. Mereka juga sudah tidak aktif dan tidak dipilih lagi. Kita blacklist,” ujarnya.
Menurutnya, lima petugas KPPS yang berada di TPS 15 Mentengsari telah mendapat ancaman dari Somantri. Itu yang menyebabkan, mereka tak berani melaporkan peristiwa yang terjadi di TPS pasca-dilakukannya pemungutan suara ulang.
“Mereka diintimidasi oleh oknum kadesnya. Semua yang ada disitu menerima hal yang sama,” bebernya.
Ridwan mengungkapkan, sebagian dari KPPS tersebut bahkan telah dipanggil oleh Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjadi saksi perselisihan hasil pemilu (PHPU) pada bulan lalu.
“Sebagian jadi saksi di MK yang akhirnya menghasilkan PSU di TPS tersebut,” tutupnya.