apakabar.co.id, JAKARTA – Suara penolakan terhadap aktivitas hauling batu bara PT Mantimin Coal Mining (MCM) kini menggema ke Kalimantan Selatan.
Ratusan warga dan aktivis menggelar demo di depan DPRD Kalsel, menuntut pencabutan izin MCM dan penghentian truk hauling yang melintasi jalan negara.
“Kami tidak mau tragedi seperti yang terjadi di Muara Kate (Kaltim) terulang di Kalimantan Selatan,” tegas Romeir Emma Ramadayanti Rivilla, Ketua Brigade 08 Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Brigade 08, relawan yang dikenal sebagai pendukung setia Prabowo Subianto, datang dari berbagai penjuru Kalsel: Tanjung, Balangan, Barabai, Kandangan, hingga Rantau. Mereka bersatu menyuarakan keresahan yang sama: angkutan batu bara yang merambah jalan nasional.
Menurut Emma, aksi kali ini juga bentuk solidaritas untuk warga Muara Kate yang sejak akhir 2023 terus berjaga di posko—menghadang truk-truk batu bara milik PT MCM yang melintasi wilayah mereka.
Dampak dari aktivitas hauling MCM tak hanya dirasakan di Kaltim. Sejak awal 2024, puluhan truk berpelat KT (Kaltim) rutin melintasi jalan dari Tabalong menuju Banjarmasin.
Jalan negara yang lebarnya hanya 5 meter itu kini rusak parah di sisi kiri. Tak jarang truk mengalami pecah ban akibat dugaan kelebihan muatan. Keselamatan warga pun terancam setiap hari.
“Kami di Hulu Sungai sudah jenuh. Jalan penuh truk,” jelas Emma.
Padahal, larangan hauling di jalan umum jelas tertulis dalam aturan: Kaltim punya Perda No. 10 Tahun 2012, sementara Kalsel mengandalkan Perda No. 3 Tahun 2008. Belum lagi UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020 tentang Lalu Lintas, yang juga melarang praktik serupa.
“Kami di sini bukan cuma protes. Kami menjaga marwah hukum yang sudah dibuat,” kata Emma lantang.
Gubernur Kalsel, Muhidin, menyatakan dukungannya terhadap aksi warga dan segera meminta Kapolda untuk bertindak. “Sesuai aturan, tidak boleh ada angkutan batu bara yang melintas di jalan negara,” kata Muhidin.
Kapolda Kalsel, Irjen Rosyanto Yudha, mengklaim pihaknya sudah beberapa kali melakukan penertiban, termasuk saat arus mudik Lebaran lalu. Ia mengerahkan personel dari Polres Tabalong hingga Brimob untuk berjaga. “Kami tidak akan membiarkan lagi truk hauling menggunakan jalan negara,” tegasnya.
Meski, ia menambahkan bahwa sejak Januari 2024, kecelakaan yang melibatkan truk hauling belum menimbulkan korban jiwa. “Adapun kecelakaan yang terjadi akibat truk hauling itu sendiri,” jelasnya.
Tragedi Muara Kate
15 April 2025 lalu menandai 150 hari Tragedi Muara Kate, sebuah dusun terpencil di perbatasan Kaltim-Kalsel yang mendadak jadi medan perjuangan warga adat melawan tambang.
Pagi buta, 15 November 2024, posko warga penolak hauling diserang. Kakek Russell (60) tewas ditembak. Anson (55) terluka parah. Sampai hari ini, pelaku belum tertangkap. Polisi belum mengungkap siapa yang bertanggung jawab.
Sejak pertengahan 2023, warga Muara Kate—kebanyakan petani dan warga adat Dayak—telah mendirikan posko menghadang truk-truk MCM yang melintas jalan negara tanpa izin hauling resmi.
Dalam satu hari, 600 hingga 1.000 truk bisa melintas. Jalan umum jadi neraka: berdebu, sempit, dan nyaris tak bisa dilalui warga lokal.
Bukan hanya meresahkan, hauling ini juga memakan korban. Mei 2024, seorang pemuda bernama Teddy tewas—diduga korban tabrak lari truk batu bara.
Oktober 2024, giliran Veronika, seorang pendeta, tewas saat sebuah truk gagal menanjak di kawasan Marangit.
Semua ini terjadi meski aturan jelas melarang praktik hauling di jalan umum—baik lewat Perda maupun UU Minerba No. 3 Tahun 2020.