apakabar.co.id, JAKARTA – Pakar komunikasi politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad menyoroti perlunya menata pembangunan sistem internal komunikasi yang baik di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Khususnya mencakup Prabowo selaku kepala negara, para menteri atau kepala lembaga dan Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO).
“Saya kira harus ditata secara lebih bagus, misalnya dengan menempatkan aspek mana saja yang itu katakanlah domainnya komunikasi dari PCO misalnya, Kantor Komunikasi Kepresidenan,” katanya, Rabu (9/4).
Baca juga: Prabowo Pede RI Jadi Lumbung Pangan Dunia
Dari ketiganya, kata Nyarwi, mana saja menjadi domain dari menteri-menteri ketika dia menyampaikan komunikasinya ke publik, materi bidang-bidangnya maupun progres-progres pemerintahnya kinerjanya dan lain-lain, termasuk kendalanya.
“Sedangkan yang terakhir itu domain Kepala Negara atau Presiden dan Wakil Presiden,” kata Nyarwi.
Hal itu perlu dilakukan agar menghindari saling sengkarut komunikasi di antara tiga pihak internal pemerintah itu yang dapat menyebabkan kebingungan di tengah masyarakat.
Tak hanya menyampaikan perihal capaian pemerintah, dia menyebut perlu adanya strategi komunikasi di pihak internal pemerintah dalam merespons berbagai isu aktual di tengah masyarakat guna memberikan kepastian bagi publik.
“Merespons isu-isu krusial yang berkembang di tengah masyarakat, keresahan-keresahan yang terjadi di tengah masyarakat atau opini-opini yang perlu direspons,” tuturnya.
Baca juga: Pertemuan Megawati-Prabowo Ternyata Sudah Lama Direncanakan
Dalam memperbaiki strategi komunikasi pemerintah, dia memandang perlu membangun budaya komunikasi publik dan komunikasi politik di internal pemerintah itu sendiri, khususnya dalam memahami pesan dan gaya komunikasi dari Prabowo sebagai Presiden RI.
“Harus ada identitas budaya komunikasinya, itu harus ada corporate culture komunikasinya itu harus ada, dan harus paham betul apa yang dimaui Pak Prabowo tanpa nunggu atau tanpa salah tafsir,” katanya.
Untuk itu, lanjut dia, dibutuhkan keterbukaan jalur komunikasi di dalam internal pemerintahan tersebut.
“Dan tentu saja butuh orang-orang yang kompeten, yang pas gitu ya, yang style-nya cocok sebagai representasi suara Istana, suara Presiden, suara Pemerintah,” pungkasnya.