apakabar.co.id, JAKARTA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengadukan 3 (tiga) kasus sengketa ketenagakerjaan pekerja media ke Dewan Pers. Ketiga kasus ketenagakerjaan tersebut di antaranya dialami oleh jurnalis CNN Indonesia, Pinusi.com dan VOA.
Pada kesempatan itu, AJI Indonesia turut menyerahkan dokumen hasil survei pekerja freelance sebagai masukan kepada Dewan Pers agar tetap memantau perusahaan media.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan AJI Indonesia Edi Faisol menjelaskan, tiga kasus tersebut hanya sebagai contoh dari perlakuan perusahaan media yang lolos sertifikasi Dewan Pers. Ia tidak menampik, bahwa masih banyak perusahaan media yang mungkin telah melanggar hak-hak pekerjanya.
“Ini hanya sampel. Sedangkan hasil survei kami lampirkan tentang kondisi pekerja freelance secara nasional,” ujar Edi Faisol di kantor Dewan Pers, Jakarta, Selasa (21/1).
Menurut Edi, banyak perusahaan media nasional dan di daerah tidak patuh terhadap standar verifikasi Dewan Pers, maupun terhadap aturan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Tak hanya itu, temuan AJI, media asing seperti VOA juga tidak tunduk pada aturan ketenagakerjaan maupun standar verifikasi Dewan Pers.
Hal itu dibuktikan dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dirasakan mantan ketua AJI Indoensia Sasmito. Kondisi itu menjadi alasan AJI Indonesia untuk terus mengawal persoalan ketenagakerjaan yang dialami jurnalis, termasuk yang saat ini diadukan ke Dewan Pers.
Untuk itu, AJI mendorong Dewan Pers agar menjalin kerja sama dalam bentuk memorandum of understanding (MoU) dengan Kementerian Ketenagakerjaan agar hubungan industrial menjadi lebih terpantau dan lebih berkeadilan.
“Jika ada perusahaan-perusahaan yang tidak mampu membayar jurnalisnya mending dicabut saja sertifikasinya. Daripada menimbulkan masalah karena niatan awal bisnis ya jangan memunculkan korban (jurnalis),” ujar Edi.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengungkapkan selama ini pihaknya dilokalisir, seakan-akan hanya bekerja untuk menyelesaikan sengketa konten berita saja. Padahal, kata Ninik, Dewan Pers seharusnya turut menjangkau persoalan ketenagakerjaan yang dialami para jurnalis.
Hal itu tidak bisa dipisahkan, karena saat melakukan proses verifikasi media terdapat komponen syarat mengenai kesejahteraan pekerja. “Beberapa di antaranya yang paling standar, tentang upah layak UMR dan asuransi seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan,” ujar Ninik.
Ninik menyebut, masih ada perusahaan media yang nakal dengan cara memanipulasi dokumen ketika verifikasi administrasi dilakukan. Misalnya, perusahaan diminta membuktikan transfer upah ke pekerja telah sesuai standar Upah Minimum Provinsi (UMP). “Namun, setelah itu pekerja justru harus mentransfer ulang uang kelebihan gaji tersebut kepada pemilik bisnis,” ujar Ninik menjelaskan.
Ninik juga meminta agar perusahaan media turut menghormati pekerjanya yang mendirikan serikat pekerja. Karena itu, di kasus PHK sepihak pekerja CNN Indonesia, ia menyayangkan tidak adanya dialog yang konstruktif antara perusahaan dengan pekerja yang mendirikan serikat Solidaritas Pekerja CNN Indonesia (SPCI).
Pendirian serikat pekerja, terang Ninik, tidak boleh dihalang-halangi atau diberhangus. Sebab, pendirian serikat pekerja telah dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28 ayat (3) tentang kebebebasan berserikat berkumpul dan menyampaikan pendapat merupakan bagian tak terpisahkan dari hak asasi manusia (HAM).
“Ini adalah hak dasar dia sebagai manusia. Misalnya untuk berserikat dan berkumpul. Ini contoh yang saya ikuti CNN bagaimana jurnalis mereka berserikat dalam satu wadah organisasi,” paparnya.
Dewan Pers juga mendorong berdirinya serikat pekerja/karyawan di perusahaan media. Ninik menjelaskan, kehadiran serikat pekerja menjadi poin plus dalam syarat verifikasi Dewan Pers.
Sementara itu, Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Luar Negeri, Dewan Pers Totok Suryanto mengungkapkan, banyak perusahaan media di daerah sangat bergantung dari anggaran pemerintah daerah. Pergeseran bisnis media seperti itu sangat membahayakan idealisme jurnalistik yang dijalankan perusahaan media.
“Banyak yang menggantungkan diri ke pemda. Bahkan kemudian menjadi bagian kekuasaan dan public relationnya pemda,” pungkasnya.
Selanjutnya, Dewan Pers akan membuat regulasi baru terkait pengawasan dan implementasi syarat administrasi perusahaan media. Dengan demikian, Dewan Pers akan bertanggungjawab terhadap sertifikasi yang telah dikeluarkan.