People’s Water Forum di Bali Diintimidasi dan Dibubarkan Paksa

The People’s Water Forum (PWF) di Bali kembali mengalami intimidasi dan pemaksaan pembubaran oleh puluhan massa Ormas Patriot Garuda Nusantara (PGN) pada Senin, 20 Mei 2024. Foto: KRUHA

apakabar.co.id, JAKARTA – The People’s Water Forum (PWF) di Bali kembali mengalami intimidasi dan pemaksaan pembubaran oleh puluhan massa Ormas Patriot Garuda Nusantara (PGN) pada Senin, 20 Mei 2024.

Massa PGN beberapa kali mendatangi tempat kegiatan dan meminta pelaksanaan PWF 2024 dihentikan. Padahal PWF 2024 adalah sebuah forum masyarakat sipil yang ditujukan sebagai ruang untuk mengkritisi privatisasi air, dan mendorong pengelolaan air untuk kesejahteraan rakyat.

Kelompok Ormas PGN dalam melakukan pembubaran menggunakan cara-cara yang memaksa, mengintimidasi serta melanggar hukum. Tercatat kelompok ini melakukan perampasan banner, baliho, dan atribut agenda secara paksa, dan bahkan melakukan kekerasan fisik terhadap beberapa peserta forum.

Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KRUHA) sebagai koordinator jaringan PWF di Indonesia, bersama LBH Bali, Forum Peduli Bali dan Forum Pro-Demokrasi Bali menilai tindakan anti demokrasi dan kekerasan tersebut dilakukan tanpa dasar akademis yang jelas.

“Kelompok ormas memaksa panitia dan peserta PWF 2024 untuk membubarkan agenda karena dianggap melanggar imbauan lisan PJ Gubernur Bali terkait World Water Forum di Bali” kata Reza Sahib, National Coordinator KRUHA dalam keterangannya, Senin (20/5).

Sebagai informasi, imbauan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum memaksa, dan mengingat. Imbauan itu justru melanggar ketentuan konstitusi yang menjamin adanya kebebasan berkumpul, berekspresi, dan menyampaikan pendapat.

Sebelumnya, beberapa panitia mendapatkan intimidasi dan teror dari aparat negara yang meminta untuk tidak mengadakan agenda PWF. Pembatalan beberapa tempat acara juga dilakukan, karena pengelola tempat mendapatkan intimidasi.

“Keberulangan peristiwa serupa dalam momentum perhelatan forum internasional merupakan pelanggaran HAM yang dilanggengkan. Konstitusi pun telah menjamin adanya kebebasan berkumpul, berbicara, dan menyampaikan pendapat,” tegas Reza.

Fenomena itu, menurut Reza, membuktikan tidak adanya komitmen negara untuk memajukan dan menghormati kebebasan berekspresi bagi rakyatnya, dengan dalih mengamankan investasi dari pemodal. Segala cara dilakukan agar tidak ada ‘gangguan’ yang tercipta dari luar.

Oleh karena itu, KRUHA, LBH Bali, Forum Peduli Bali dan Forum Pro-Demokrasi Bali mendesak pemerintah untuk menghentikan segala bentuk intimidasi, dan kekerasan dalam pelaksanaan PWF 2024, baik yang dilakukan oleh aparat negara, maupun oleh organisasi kemasyarakatan.

Mereka juga mendesak agar negara menjamin dan memenuhi hak konstitusional warga negara untuk dapat melakukan kritik tanpa ada tekanan.

Intimidasi berulang

Dalam catatan KRUHA, selama  sepuluh  tahun  terakhir  terdapat pola intimidasi yang hampir sama dan berulang terhadap berbagai acara kritis masyarakat sipil, yakni dengan cara menekan pihak penyedia tempat penyelenggaraan acara.  Sejak 2013 tidak ada lagi aksi tandingan yang diperbolehkan untuk bersikap kritis terhadap negara.

Pada 2018, di acara tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (WB-IMF) di Bali, aksi doa bersama secara massal di Renon, dibubarkan aparat kepolisian. Hal itu merupakan salah satu bentuk perwujudan gerakan anti-demokratis negara Indonesia.

Bali  sebagai industri turisme,  yang sejatinya adalah industri yang haus air, belakangan ini telah juga mengalami krisis air bersih. Akibatnya keberlanjutan daya dukung air dan lingkungan bagi aktivitas vital petani dan rumah tangga telah dikorbankan atas nama akumulasi kapital dan dampak buruknya. Masyarakat Bali berkepentingan dengan agenda keberlanjutan lingkungan termasuk sumber daya air demi industri pariwisata yang berkeadilan secara sosial dan lingkungan.

Dalam roadmap menuju PWF 2024 telah diselenggarakan beberapa diskusi semisal dalam rangka perayaan Hari Air Dunia 22 Mei 2024 melalui seminar dan diskusi terfokus, baik secara daring maupun luring seperti di Jogjakarta dan Semarang. Acara pendahuluan itu telah mengidentifikasi  dan mengumpulkan persoalan- persoalan akses air bersih, dan pengelolaan air dan lingkungan yang selama ini tidak menjadi perhatian pemerintah.

Lebih  jauh,  menurut KRUHA, pemerintah dan korporasi justru berada dibalik perluasan perusakan sumber-sumber dan tubuh air. KRUHA menilai bahwa meneruskan suara rakyat ini di PWF 2024 di Denpasar adalah sangat mendesak, dalam rangka mencari solusi dan memberikan arahan kritis perubahan kebijakan.

5,030 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *