apakabar.co.id, JAKARTA – Pada Jumat (21/2) malam, dua tokoh penting PDI Perjuangan, Dedi Sitorus dan Said Abdullah, terlihat hadir di kediaman Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, di Jakarta. Kehadiran mereka menimbulkan berbagai spekulasi di kalangan publik, terutama terkait dengan dinamika politik yang sedang berkembang di Indonesia.
Dedi Sitorus tiba terlebih dahulu sekitar pukul 18.53 WIB, mengenakan kemeja panjang berwarna hitam. Setibanya di lokasi, ia langsung masuk ke rumah Megawati Soekarnoputri tanpa memberikan pernyataan kepada awak media.
Tidak lama kemudian, Said Abdullah menyusul. Berbeda dengan Dedi, Said bersedia memberikan sedikit keterangan kepada wartawan. “Mau memberi laporan kepada ketua umum,” ujar Said singkat sebelum memasuki kediaman Megawati.
Salah satu isu yang diduga menjadi agenda utama pertemuan ini adalah larangan bagi kepala daerah dari PDI Perjuangan untuk mengikuti retret yang diadakan oleh pemerintah di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah, pada 21–28 Februari 2025.
Sebelumnya, Megawati Soekarnoputri mengeluarkan instruksi resmi kepada kepala daerah yang berasal dari partainya agar tidak mengikuti acara pembekalan atau retret tersebut. Instruksi itu tertuang dalam surat resmi PDI Perjuangan bernomor 7294/IN/DPP/II/2025, yang ditandatangani langsung oleh Megawati pada Kamis, 20 Februari 2025.
Keputusan Megawati itu didasari oleh perkembangan politik nasional, utamanya setelah Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Situasi itu menimbulkan banyak spekulasi dan ketegangan di lingkungan politik nasional.
Dalam surat instruksinya, Megawati Soekarnoputri menegaskan bahwa sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan, ia memiliki kewenangan penuh atas kebijakan dan instruksi partai, sebagaimana tertuang dalam Pasal 28 ayat (1) AD/ART PDI Perjuangan.
Megawati juga meminta agar semua kepala daerah dari PDI Perjuangan yang sudah dalam perjalanan menuju Magelang segera berhenti dan kembali ke rumah masing-masing.
“Kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk menunda perjalanan yang akan mengikuti retret di Magelang pada tanggal 21–28 Februari 2025. Sekiranya telah dalam perjalanan menuju Kota Magelang, untuk berhenti dan menunggu arahan lebih lanjut dari Ketua Umum,” bunyi instruksi dalam surat tersebut.
Selain itu, Megawati juga menekankan pentingnya komunikasi aktif antara para kepala daerah dan DPP PDI Perjuangan. Ia meminta agar seluruh kepala daerah tetap waspada dan mengikuti perkembangan politik nasional dengan seksama.
“Tetap berada dalam komunikasi aktif dan stand by commander call,” tambahnya.
Instruksi ini memicu berbagai spekulasi dan respons dari berbagai pihak. Beberapa analis politik berpendapat bahwa keputusan ini merupakan bentuk sikap tegas Megawati dalam menjaga soliditas partai di tengah dinamika politik yang berkembang. Ada pula yang menduga bahwa langkah ini adalah bagian dari strategi PDI Perjuangan dalam menghadapi berbagai tantangan politik ke depan.
Di sisi lain, beberapa pengamat menilai bahwa instruksi ini berpotensi menimbulkan ketegangan antara PDI Perjuangan dan pemerintah. Retret di Magelang sendiri awalnya dianggap sebagai bagian dari program pembinaan kepala daerah, namun dengan adanya larangan ini, muncul berbagai interpretasi mengenai maksud dan tujuan dari keputusan tersebut.
Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari PDI Perjuangan terkait hasil pertemuan tertutup antara Megawati Soekarnoputri dan elite partai di kediamannya. Publik masih menantikan klarifikasi lebih lanjut mengenai langkah-langkah yang akan diambil oleh partai dalam menyikapi dinamika politik yang tengah berkembang.
Sementara itu, para kepala daerah asal PDI Perjuangan masih menunggu arahan lebih lanjut dari Ketua Umum. Dengan situasi politik yang semakin dinamis, keputusan-keputusan strategis dari Megawati Soekarnoputri dan jajaran PDI Perjuangan tentu akan menjadi perhatian utama dalam beberapa waktu ke depan.