PR Gusti M Hatta ke Hanif Calon Menteri Prabowo-Gibran

Menteri Lingkungan Hidup era SBY ini bangga. Fakultas Kehutanan ULM kembali mengirimkan alumninya sebagai menteri.

Gusti Muhammad Hatta menilai persoalan dampak akibat aktivitas batu bara menjadi persoalan lingkungan hidup terbesar saat ini. Foto: Tempo

apakabar.co.id, JAKARTA – Gusti Muhammad Hatta mengucap syukur begitu mendengar Hanif Faisol merapat ke Kertanegara. Dipanggil ke kediaman pribadi Prabowo, besar peluang Hanif menjadi menteri.

“Saya dengar dia calon menteri lingkungan hidup,” ujar Hatta dihubungi apakabar.co.id, Selasa (15/10).

Hatta merupakan salah satu dari sedikit orang Banjar yang pernah mencicipi kursi empuk pembantu presiden alias menteri.

Guru besar Universitas Lambung Mangkurat ini adalah Menteri Lingkungan Hidup Kabinet Indonesia Bersatu. Ia adalah orang kepercayaan Presiden SBY.

Pada era selanjutnya, Hatta menjabat menteri riset dan teknologi. Sebenarnya bukan cuma Hatta. Ada orang Banjar lainnya. Seperti Menpan RB Taufiq Effendy atau Wamenkumham Denny Indrayana.

Hatta merasa bangga dengan penunjukan Hanif sebagai calon menteri di kabinet Prabowo-Gibran. “Alhamdulillah ada yang mewakili alumni fakultas kehutanan lagi,” jelas Hatta.

Hanif, kata Hatta, adalah juniornya di Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat. S1 sampai S2-nya di Fakultas Kehutanan.

“S3-nya di Universitas Brawijaya. Tapi pemimbingnya dari ULM,” jelas Hatta.

Kiprah Hanif, menurut Hatta tak perlu diragukan lagi. Ia berkarir dari bawahan sampai kepala dinas kehutanan provinsi.

Dulu, Hatta mengakui bahwa dirinya sebenarnya diproyeksikan untuk menjadi menteri kehutanan. Barulah di detik-detik terakhir di Cikeas, kediaman SBY, menjadi menteri lingkungan hidup..

“Selama ini baru dua orang alumni ULM yang pernah jadi menteri. Kedua-duanya alumni Fakultas Kehutanan ULM,” jelas Hatta.

Lantas jika benar Hanif ditunjuk sebagai menteri lingkungan hidup oleh Prabowo, apa pekerjaan rumah (PR) terbesarnya?

Menurutnya PR yang mendesak adalah menuntaskan perubahan iklim. Mengingat dampaknya yang sudah mengglobal dan sudah dirasakan oleh warga di penjuru dunia.

Komitmen Indonesia kepada dunia internasional, kata dia, harus dilaksanakan. Jika penurunan emisi gas rumah kaca bisa dicapai, banyak sekali dampak-dampak lain yang ikut menurun.

 

“Tugas Kementerian Lingkungan Hidup ini berat karena lintas sektor,” aku Hatta.

Selain itu tak kalah beratnya adalah mengurusi dampak aktivitas tambang batu bara. Mulai dari pencemaran udara, air, dan pembukaan lahan.

“Yang agak sulit itu mengoordinasikan antar-kementerian terkait, masih ada ego masing-masing kementerian,” beber Hatta.

Lantas sepengalaman Anda, apa solusinya? Solusi paling sederhana adalah jemput bola.

“Aku dulu jemput bola, aktif mendatangi dan lobi menteri-menteri lainnya. Alhamdulillah program kita lancar,” ujar Hatta.

Hanif lama berkarir di Kalimantan Selatan. Walhi mencatat deforestasi yang terjadi selama kepemimpinannya mencapai seluas 16.067 hektare.

Sebaiknya, kata Hatta, Kalimantan Selatan secara bertahap melepaskan diri dari ketergantungan sektor batu bara.

“Secara bertahap batu bara pasti ditinggalkan karena dampak lingkungannya. Inggris, contohnya, sudah resmi tidak lagi menggunakan batu bara,” ujar mantan ketua lembaga penelitian ULM ini.

Solusinya, kata Hatta, tingkatkan penggunaan energi ramah lingkungan. Seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air, Surya dan Nuklir.

“Kembangkan green economy. Tingkatkan keandalan kita bidang pertanian dari hulu sampai ke hilir, manfaatkan ilmu teknologi yang sudah ada di BRIN dan perguruan tinggi,” pungkas peraih doktor Silvikultur, Universitas Wageningen Belanda ini.

236 kali dilihat, 3 kunjungan hari ini
Editor: Fahriadi Nur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *