1446
1446

PT ITCI Milik Adik Prabowo Seret Warga Telemow ke Penjara

Konflik bermula ketika dia menolak untuk menandatangani surat persetujuan pelepasan lahan yang diajukan oleh PT ITCI-KU.

Situasi saat warga Telemow, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, ditahan karena bersengketa dengan PT ITCI-KU milik adik Presiden Prabowo Subianto, Hasyim Djojohadikusumo, 13 Maret lalu.

apakabar.co.id, JAKARTA – PT ITCI Kartika Utama (ITCI-KU) melaporkan empat warga Desa Telemow, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, atas dugaan penyerobotan tanah.

Namun, langkah ini menimbulkan pertanyaan besar tentang siapa yang sebenarnya dirugikan dan apa tujuan sesungguhnya dari perusahaan besar yang dikendalikan oleh orang dekat pemerintah ini.

Perusahaan yang dimiliki oleh Arsari Group dan didirikan oleh Hashim Djojohadikusumo, adik Presiden Prabowo Subianto, mengelola hutan dan industri Kehutanan.

Pihaknya mengklaim memiliki hak pengelolaan tanah (HGB) yang meliputi wilayah Desa Telemow dan Kelurahan Maridan, dengan luas sekitar 83,55 hektare di Telemow.

Sengketa ini bermula pada 2006 ketika sejumlah warga yang telah lama menggarap lahan mengklaim bahwa tanah tersebut adalah milik mereka berdasarkan bukti penggarapan sejak 1912 dan pembayaran pajak sejak 1997.

Namun, PT ITCI-KU bersikukuh bahwa tanah tersebut merupakan bagian dari HGB yang dimiliki perusahaan, yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada 1993 dan diperpanjang pada 2017 hingga 2037.

Pada awal 2020, PT ITCI-KU mulai melakukan upaya mediasi dengan warga yang menduduki lahan tersebut.

Perusahaan mengadakan sosialisasi dan pendataan terhadap warga yang mengklaim tanah tersebut, meminta mereka untuk menandatangani surat pernyataan yang mengakui bahwa lahan tersebut merupakan bagian dari HGB milik ITCI-KU.

Dari 51 warga Desa Telemow, sebanyak 27 orang menolak untuk menandatangani dokumen tersebut.

Namun, setelah berbagai upaya mediasi, termasuk dialog dengan pemerintah desa, tokoh adat, serta pembicaraan dengan aparat setempat seperti Polres PPU dan BPN PPU, tidak ada titik terang yang tercapai.

Pada Maret 2020, PT ITCI-KU mengirimkan somasi kepada warga, namun tidak ada respons.

Kemudian pada 2021, dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD PPU yang memutuskan agar sengketa ini diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) untuk diselesaikan.

Namun, tim verifikasi yang dibentuk belum mampu menemukan solusi yang optimal.

Meskipun sudah melakukan berbagai upaya persuasif, pada Juli 2023 PT ITCI-KU akhirnya memutuskan untuk melaporkan warga yang menduduki lahan ke Polda Kalimantan Timur.

PT ITCI-KU mengungkapkan bahwa luas lahan yang kini dikuasai warga mencapai sekitar 40 hektare, yang sebelumnya merupakan bagian dari HGB yang sah menurut perusahaan.

Menurut ITCI-KU, sebagian dari warga yang menduduki lahan tersebut telah menjual tanah yang mereka klaim ke pihak lain tanpa izin perusahaan, pada rentang waktu antara 2011 hingga 2012, yang terjadi sebelum masa berakhirnya HGB yang dimiliki PT ITCI.

Sementara itu, para warga yang menjadi tersangka, seperti Rudiansyah, Syafarudin, Hasanudin, dan Syahdin, berargumen bahwa tanah tersebut merupakan warisan keluarga mereka yang sudah digarap sejak lama.

Rudiansyah, salah satu tersangka yang dilaporkan, mengungkapkan bahwa konflik bermula ketika dia menolak untuk menandatangani surat persetujuan pelepasan lahan yang diajukan oleh PT ITCI-KU.

Ia juga menyebutkan bahwa ia sempat ditawari untuk menjadi karyawan perusahaan sebagai imbalan jika bersedia menandatangani surat pelepasan tersebut.

Namun, Rudiansyah menolak tawaran itu karena yakin bahwa lahan yang digarapnya adalah milik keluarganya.

Pada 13 Maret 2025, empat warga yang terlibat dalam sengketa tanah ini, yaitu Syafarudin, Syahdin, Hasanudin, dan Rudiansyah, resmi dijadikan tahanan oleh Kejaksaan Negeri Penajam atas dugaan penyerobotan tanah dan pengancaman terhadap pihak PT ITCI-KU.

Jaksa menilai bahwa para tersangka telah membuat surat keterangan penggarapan tanpa izin dari ITCI-KU dan menjualnya kepada pihak lain tanpa dasar hukum yang jelas.

Terkait dengan status aset negara yang berada di dalam areal HGB, seperti Puskesmas dan Kantor Kepala Desa, PT ITCI-KU menegaskan bahwa pembangunan fasilitas tersebut dilakukan atas kesepakatan bersama dengan pemerintah daerah untuk mendukung layanan publik di sekitar wilayah tersebut.

Humas PT ITCI-KU, Bambang Soetrisno, menjelaskan bahwa perusahaan tidak ingin mendahului proses hukum yang sedang berlangsung di pengadilan dan menyerahkan sepenuhnya masalah ini kepada pihak berwenang.

“Kami berharap agar proses hukum ini berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujar Bambang.

Kasus sengketa tanah ini menunjukkan kompleksitas hubungan antara perusahaan besar dan masyarakat lokal, serta tantangan dalam menyelesaikan konflik lahan yang melibatkan kepentingan ekonomi dan sosial.

PT ITCI-KU mengklaim bahwa seluruh langkah yang diambil telah sesuai dengan prosedur hukum dan regulasi yang berlaku, sementara warga yang terlibat berpendapat bahwa mereka memiliki hak atas tanah yang sudah mereka garap selama puluhan tahun.

Saat ini, proses hukum terkait sengketa tanah ini masih berlanjut, dengan empat warga Telemow yang telah ditetapkan sebagai tersangka akan diadili.

Keputusan pengadilan nanti diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai siapa yang berhak atas lahan tersebut, dan menjadi preseden bagi penyelesaian sengketa tanah serupa di masa depan.

131 kali dilihat, 131 kunjungan hari ini
Editor: Raikhul Amar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *