apakabar.co.id, BANDUNG – Tim kuasa hukum Irfan Nur Alam, tersangka kasus dugaan korupsi Pasar Sindangkasih, Cigasong, Kabupaten Majalengka mengungkapkan sejumlah alasan mengapa pihaknya melakukan gugatan praperadilan terhadap Kejati Jabar pasca-penetapan tersangka terhadap kliennya.
Adria Indra Cahyadi kuasa hukum Irfan Nur Alam membeberkan setidaknya ada tujuh poin yang menjadi alasan mengapa mereka mengajukan gugatan ke PN kelas 1 Bandung. Pertama, penetapan tersangka terhadap pemohon tidak sah dan tidak berdasar hukum karena termohon dalam hal ini Kejati Jabar tidak pernah memberikan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada pemohon dalam hal ini Irfan Nur Alam.
“Terkait SPDP yang tidak disampaikan kepada klien kami, tadi sudah dijawab oleh pihak Kejati Jabar. Dari jawaban ternyata sudah diakui oleh Kejati Jabar bahwa penyidikan itu bersifat umum sehingga SPDP tidak dperlukan. Padahal putusan MK, SPDP harus disampaikan sebelum posisi seseorang jadi tersangka,” jelas Adria usai sidang praperadilan di PN Bandung, Selasa (23/4).
Hal itu, ungkap Adria, berhubungan dengan limitasi masa putusan 7 hari sebagai hak tersangka untuk menyiapkan pembelaannya di hadapan hukum. Termasuk dengan menghadirkan sejumlah saksi, ahli dan yang lainnya.
Kedua, penetapan tersangka terhadap pemohon tidak sah dan tidak berdasar hukum karena tidak melalui proses penyelidikan. Hal itu bisa dilihat dari proses selama ini yang tidak melalui fase penyelidikan.
“Kami melihat bahwa proses penyelidikan itu dilampaui Kejati Jabar. Kami menganggap semua proses hukum pidana harus melakukan penyelidikan, memang harus dinyatakan sebagaimana surat konsederannya. Itu harus jelas. Tadi dalam jawaban termohon Kejati Jabar disampaikan didapat dari operasi intelejen. Soal SPDP terjawab bahwa surat perintah penyelidikan tidak ada,” terangnya.
Ketiga, penetapan tersangka terhadap pemohon tidak sah dan tidak berdasar hukum lantaran proses penyidikan tahap pertama ke penyidikan tahap kedua melampaui masa waktu yang telah ditetapkan.
Keempat, penetapan tersangka terhadap pemohon tak sah dan tidak berdasar hukum karena proses penetapan tersangka melampau masa waktu yang telah ditetapkan.
“Proses penyidikan ini telah melampaui jangka waktu, bukan berbicara soal KUHAP tapi melanggar Ketentuan Jaksa Agung (KJA). Prosedur Kejaksaan Agung sudah dilanggar pihak termohon Kejati Jabar,” terangnya.
Kelima, penetapan tersangka terhadap pemohon tak sah dan tidak berdasar hukum karena termohon belum memenuhi hak hak pemohon sebagai calon tersangka.
“Ini belum memenuhi hak hak pemohon sebagai tesangka. Putusan MK sebelum ditetapkan tersangka ada dasarnya, sebelum seseorang ditetapkan tersangka,” ujarnya.
Keenam, penetapan tersangka terhadap pemohon tak sah dan tidak berdasar hukum karena tidak didasarkan kepada kepada bukti permulaan yang cukup atas dugaan tindak pidana khusus korupsi berdasarkan Pasal 5, Pasal 12 huruf e, Pasal 11, Pasal 12 B Undang Undang Tipikor.
“Semua pasal yang dicantumkan dalam penetapan tersangka pasal yang serumpun. Jangan sampai ada contoh penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi padahal itu hal yang berbeda. Pasal gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang tidak masuk dan tidak serumpuh. Nanti ahli yang akan menjelaskan,” paparnya.
Terakhir, penetapan tersangka terhadap pemohon tak sah dan tidak berdasar hukum karena tidak didasarkan atas dugaan tindak pidana yang jelas.
” Itu 7 poin alasan yang sudah kami sampaikan kepada majelis hakim. Untuk itu kami meminta kepada majelis hakim untuk membatalkan penetapan tersangka terhadap klien kami, karena tidak sah secara hukum,” tegas Adria.
Sementara itu, jawaban termohon Kejati Jabar di persidangan yang dibacakan oleh Arnold Siahaan, menolak seluruh dalil dalil yang disampaikan oleh pemohon. Termohon juga meminta majelis hakim untuk menolak gugatan praperadilan yang disampaikan oleh pemohon.