1446
1446

Terobos Pasar Eropa, KLHK Integrasikan Geolokasi dengan Sistem Informasi Hasil Hutan

Pelaksana Tugas Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Justianto (berdiri) memberikan pemaparan pada Konsultasi Publik Draf Standar IFCC-EUDR di Bogor, Selasa (19/3/2024). Foto: Antara

apakabar.co.id, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meluncurkan terobosan terbaru untuk memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam regulasi anti deforestasi Uni Eropa (EUDR).

Pelaksana Tugas Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto menjelaskan pentingnya data ketelusuran produk kayu asal Indonesia agar bisa masuk di pasar eropa.

Caranya dengan mengintegrasikan informasi geolokasi yang menunjukkan titik sumber bahan baku kayu dalam berbagai sistem informasi hasil hutan.”Informasi geolokasi telah menjadi bagian dari Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK),” ujar Agus dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (20/3).

Informasi geolokasi, kata Agus, menunjukkan lokasi blok tebangan sumber kayu berasal, yang nantinya akan diintegrasikan dengan berbagai sistem pemanfaatan hasil hutan KLHK.

Sistem yang dimiliki KLHK tersebut meliputi Sistem Informasi Pengendalian Usaha Pemanfaatan Hutan (SIPASHUT), Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH), Sistem Informasi Rencana Pemanfaatan Bahan Baku Pengolahan Hasil Hutan (SIRPBBPHH), dan Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK).

“Bahkan nantinya bisa diintegrasikan ke pihak importir jika diperlukan. Hal ini yang terus kami kembangkan,” papar Agus saat Konsultasi Publik Draf Standar IFCC-EUDR di Bogor, Selasa (19/3).

Melalui informasi geolokasi, tambahnya, akan membantu produk kayu bersertifikat SVLK dalam proses due diligence (uji tuntas) untuk masuk ke pasar Uni Eropa. Persyaratan due diligence telah diatur pada EUDR yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

EUDR menyaring produk kayu dan enam komoditas lainnya yakni kedelai, daging ternak, kopi, kakao, sawit, jagung bersumber dari lahan deforestasi atau menyebabkan degradasi hutan.

Menurut Agus, SVLK Indonesia telah mendapat pengakuan dari Uni Eropa dan disetarakan sebagai lisensi FLEGT (Forest Law Governance and Trade). EUDR juga mengakui lisensi FLEGT seperti tercantum pada Paragraf 81 ketentuan tersebut.

Indonesia, imbuhnya, terus melakukan upaya untuk menekan laju deforestasi dan degradasi hutan. Hal itu dibuktikan dengan terus turunnya laju deforestasi dan degradasi hutan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Capaian tersebut juga mendapat pengakuan di antaranya dari World Resources Institute Global yang pada Januari 2024 menyatakan Indonesia di peringkat pertama, negara yang berhasil menurunkan tingkat deforestasi dan degradasi hutan.

Terkait pengembangan sertifikasi IFCC-EUDR, Agus menekankan bahwa sebagai skema voluntary, sertifikasi IFCC-EUDR tetap harus memenuhi aspek legalitas sesuai SVLK.

“Sertifikasi voluntary harus memastikan seluruh kriteria dan indikator SVLK dipenuhi dalam penerbitan sertifikat voluntary,” terangnya.

Ketua Dewan Pendiri Indonesia Forestry Certification Cooperation (IFCC) yang juga Anggota Board Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC) Dradjad H Wibowo mengungkapkan, saat ini pihaknya sedang mengembangkan sertifikasi untuk mengantisipasi implementasi EUDR.

“Kami memiliki pengalaman. Inisiatif kami membangun skema IFCC-EUDR diharapkan bisa membantu produk Indonesia diterima Uni Eropa,” tuturnya.

915 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *