apakabar.co.id, JAKARTA – Rendahnya partisipasi pemilih dalam Pilkada DKI Jakarta 2024 memicu kritik keras dari Tim Pemenangan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono (Rido).
Mereka menilai kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kurang optimal dalam mengatasi permasalahan yang menghambat partisipasi masyarakat.
Koordinator Tim Pemenangan Rido, Ramdan Alamsyah, membeberkan data yang menunjukkan tingkat partisipasi pemilih di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) berada pada angka yang sangat memprihatinkan.
Ia menyebutkan, berdasarkan dokumen resmi formulir C1 yang diunggah oleh KPU melalui situs resminya, beberapa TPS di Jakarta mencatat partisipasi hanya sebesar 15 persen.
“Kinerja KPU DKI sangat mengecewakan. Di Jakarta, sebagai ibu kota negara, seharusnya partisipasi pemilih bisa jauh lebih tinggi. Namun, kenyataannya sangat berbeda. Bahkan di beberapa TPS seperti di wilayah Cengkareng, Jakarta Barat, partisipasi hanya berkisar 25 persen,” ujar Ramdan, Rabu (4/12).
Ia menjelaskan bahwa temuan ini menjadi ironi, mengingat Jakarta memiliki fasilitas transportasi yang memadai serta akses informasi yang seharusnya memudahkan masyarakat untuk ikut serta dalam Pilkada.
Namun, faktor-faktor teknis seperti tidak sampainya undangan memilih (formulir C6) ke tangan warga menjadi penyebab utama rendahnya partisipasi.
“Di TPS 14, 16, dan 17 di Cengkareng, banyak warga yang mengaku tidak mendapatkan surat undangan memilih. Akibatnya, mereka merasa tidak memiliki kewajiban untuk datang ke TPS,” jelasnya.
Ramdan juga menyoroti efisiensi penggunaan anggaran negara yang mencapai hampir Rp 1 triliun untuk penyelenggaraan Pilkada ini. Menurutnya, hasil yang dicapai sangat tidak sebanding dengan dana yang dikeluarkan.
“Anggaran sebesar itu seharusnya dapat digunakan untuk mengelola Pilkada dengan lebih baik. Namun, yang kita lihat justru kekacauan administrasi dan buruknya pengelolaan KPU. Ini jelas pemborosan dana publik,” tegasnya.
Selain KPU, Bawaslu sebagai pengawas pemilu juga tak luput dari kritik. Menurut Ramdan, lembaga ini gagal memberikan solusi konkret terhadap permasalahan yang terjadi selama proses Pilkada.
“Bawaslu hanya memberikan respons normatif, seperti mengimbau agar masyarakat tetap datang ke TPS. Namun, mereka tidak mengatasi akar masalah seperti data pemilih yang tidak valid atau distribusi undangan yang bermasalah,” kata Ramdan.
Sekretaris Tim Pemenangan Rido, Basri Baco, menambahkan bahwa permasalahan partisipasi pemilih bukan hanya disebabkan oleh ketidakpedulian masyarakat.
Ada berbagai kendala teknis yang membuat warga kesulitan untuk menyalurkan hak pilih mereka.
“Kami menemukan banyak kejanggalan, seperti warga yang sudah meninggal masih terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Selain itu, sosialisasi yang dilakukan oleh KPU juga kurang masif. Banyak warga yang bahkan tidak mengetahui jadwal dan lokasi TPS,” ungkap Baco.
Ia juga menyebutkan bahwa kurangnya distribusi undangan memilih berdampak signifikan terhadap tingkat partisipasi. Menurut data yang dihimpun timnya, partisipasi pemilih di Jakarta hanya mencapai 57 persen, angka terendah sepanjang sejarah Pilkada DKI Jakarta.
“Ini adalah peringatan besar bagi kita semua. Dibandingkan dengan Pilpres 2024, yang mencatat partisipasi lebih dari 80 persen, jelas ada masalah serius dalam pelaksanaan Pilkada kali ini,” tambahnya.
Sebagai solusi, Tim Rido mengusulkan agar KPU mempertimbangkan pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di wilayah-wilayah yang mencatat tingkat partisipasi rendah.
Basri Baco menekankan pentingnya langkah-langkah proaktif dari KPU untuk mengatasi permasalahan ini.
“PSU perlu dilakukan di tempat-tempat dengan tingkat partisipasi yang sangat rendah. Namun, jika PSU dilaksanakan, KPU harus lebih serius dalam mendorong antusiasme masyarakat. Dengan demikian, legitimasi Pilkada dapat terjaga,” usulnya.
Rendahnya tingkat partisipasi dalam Pilkada DKI Jakarta tidak hanya menjadi perhatian Tim Rido, tetapi juga masyarakat luas. Hal ini menjadi evaluasi penting bagi KPU, Bawaslu, dan pihak-pihak terkait dalam penyelenggaraan pemilu di masa depan.
“Ini adalah momen refleksi bagi semua pihak yang terlibat. Ke depan, kita harus memastikan bahwa setiap warga negara dapat menyalurkan hak pilih mereka tanpa hambatan,” tutup Basri Baco.
Dengan sorotan yang semakin tajam terhadap kinerja KPU dan Bawaslu, masyarakat menunggu langkah konkret untuk memastikan demokrasi di Jakarta berjalan lebih baik di masa mendatang.