Oleh Penulis, Novelis & Sastrawan RANDU ALAMSYAH
SAYA selalu yakin Syaifullah Tamliha dengan kualitasnya yang unik akan memberi warna baru bagi lansekap politik Kalimantan Selatan. Tapi tidak seyakin tadi malam, saat mengikuti segmen demi segmen debat Pilkada Kabupaten Banjar 2024 yang disiarkan CNN.
Ya, CNN. CNN yang sama, yang menyiarkan debat Presiden Amerika. Tapi mari simpan itu lain waktu, kepentingan saya mengomentari penampilan Syaifullah Tamliha.
Hanya terpisah tiga lantai vertikal dari ruang debat di ballrom Qin Hotel Banjarbaru saya menyesap Rante Karua di Excelso dan menikmati pertunjukan bersama beberapa orang teman, utamanya karena King Ipul—demikian publik youtube menjulukinya sejak debat pertama—ada dalam layar yang kami tonton.
Dan ya, King Ipul benar-benar mencuri panggung debat. Ia tampil ril– seperti adanya ia—seperti yang saya kenal. Dia santai dan terkesan congkak, tetapi juga tulus dan serius. Politisi kebanyakan memiliki kecenderungan political correctness—enggan menyinggung atau merugikan berbagai kelompok–tapi Syaifullah bukan politisi kebanyakan.
Dia selalu on point, opinionated, dan memiliki keberanian moral untuk bicara. Bahkan meski harus berbeda atau menentang banyak asumsi, banyak persepsi, atau banyak orang.
Pertambangan misalnya—tema yang entah kenapa selalu tabu untuk dibawakan dalam setiap debat di Kalimantan Selatan, bagi Syaifullah mudah saja untuk menyinggungnya—dia bahkan menunjuk hidung langsung.
Saya dan beberapa teman cukup kaget ketika dia menyindir bahwa ayahnya petahana Bupati Banjar Saidi Mansyur adalah seorang penambang di Kabupaten Banjar—hal yang saya kira tidak akan dikatakan oleh kandidat mana pun di Pilkada Kalimantan Selatan. Setidaknya tidak secara live.
Bukan hanya membuat lawan debatnya berang, Syaifullah juga membuat panas dingin para penyelenggara. Dalam segmen terakhir, dia mendedikasikan separuh dari waktu untuk closing statement yang diberikan kepadanya, untuk menegur KPU dan Bawaslu yang dianggapnya terkesan over-acting menjaga kepentingan lawan debatnya.
Saya tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dari seorang teman yang berada dalam acara, saya diberitahu bahwa hal yang tak muncul dalam tayangan langsung adalah panitia datang naik ke atas panggung saat jeda iklan, demi untuk menegur Syaifullah Tamliha.
King Ipul membayarnya tuntas saat itu juga. Ketika tayangan kembali live, dia menjawab bahwa perbedaan pendapat dalam debat di alam demokrasi harusnya tak perlu dibatas-batasi. Dia meminta penyelenggara tetap netral.
Dia juga menempelak Ketua Bawaslu Kabupaten Banjar yang cepat bereaksi ketika petahana mengeluh tentang serangan personal, “sementara ketika kami datang untuk protes ke Bawaslu, Anda malah terbang ke Jakarta.”
Tak hanya itu, tanpa mengucapkan terima kasih panjang yang bertele-tele, Syaifullah justru mengakhiri poinnya dengan menyitir hadits tentang suap, “Jika Anda menerima uang dan memilih karena itu, dua-duanya (Anda dan penyuap) adalah penghuni neraka.”
Bagaimana Anda tidak bisa menyukai King Ipul?
Mungkin gaya cowboy King Ipul bisa dipahami dari ekosistem politik mana ia berasal. Syaifullah besar sebagai aktivis mahasiswa di tahun 90-an. Ia mengalami periode politik banua yang berbeda dengan masa sekarang.
Di zamannya dulu, Anda tidak bisa menjadi kepala daerah hanya karena Anda anak orang kaya atau anak pejabat. Syaifullah adalah warisan zaman di mana politik adalah tentang kecerdasan, kefasihan, dan keberanian.
Setelah hampir 20 tahun, menjadi politisi nasional. Syaifullah pulang kampung. Ia mencalonkan diri sebagai bupati di Kabupaten Banjar, wilayah yang selama ini memiliki norma politik yang tidak dapat ditembus, sebagian karena adanya massa yang tidak rasional, yang menilai pilkada hanyalah tentang “bebanyak-banyakan mehambur duit.”
Melawan semua kepercayaan populer dan cenderung mengabaikan semua nasihat para pemain lama di politik Banjar, Syaifullah mengatakan ia tetap maju dan optimistis bisa menang tanpa membeli pemilih. Banyak pihak tidak yakin tentang itu, tapi saya tahu Syaifullah bukan sekadar mencalonkan diri.
Dia sejatinya sedang berusaha membawa kesegaran baru bagi kemandekan politik Banjar. Syaifullah bukan saja berusaha menggoyang budaya korup yang telah lama menggerogoti masyarakat tradisional di Kabupaten Banjar, tetapi juga berusaha mencabut fondasi struktural sistemnya di tingkat penyelenggara.
Jika ada politisi yang bisa melakukannya—setidaknya seperti yang dilakukannya dalam debat tadi malam—itu mungkin hanyalah King Ipul.
Untuk Kabupaten Banjar yang tidak seperti apapun yang kita lihat dan keluhkan saat ini—saya kira dia pantas untuk didukung.