apakabar.co.id, JAKARTA – Akronim visi; Urang Banjar milik Syaifullah Tamliha dibenturkan isu sara. Kontroversi pilbup itu menarik perhatian pakar politik nasional; Ujang Komaruddin.
“Saya melihat, tidak akan terhindarkan. Karena memang, masyarakat kita ini heterogen,” katanya dikutip, Sabtu (20/9).
Pemilih punya referensi masing-masing untuk pilihannya. Termasuk mengacu pada suku, agama, ras maupun antargolongan. Maka kata dia; sah-sah saja.
“Kalau misalkan orang Batak memilih calon dari Batak, ya wajar-wajar saja.
Orang Kristen memilih orang Kristen, orang Islam memilih Islam, ya wajar-wajar saja. Tidak ada yang salah,” jelas Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) itu.
Yang penting politik identitas itu tak dibenturkan. Diskriminatif, apalagi membangun isu negatif.
Selebihnya, tak ada yang salah. Karena faktanya, Indonesia dibentuk dari berbagai suku, agama, ras dan golongan.
“Karena pilihan itu soal individu, soal kesukaan individu pada tokoh yang memang masyarakat beragama tertentu, pada suku tertentu. Begitu,” ucap dosen Universitas Al-Azhar itu.
Lagi pula, Urang Banjar adalah akronim. Singkatan dari Unggul, Rasional, Agamis, Nasionalis, Gentleman, BAuNtung, SeJAhtera dan Rukun.
Akronim itu dijadikan Tamliha visi dalam pertarungannya di Pilgub Banjar. Ia tak bermaksud mempolitisasi.
Anggota DPR RI justru mengajak masyarakat Banjar belajar. Ada suku lain yang bisa solid. Bergandengan satu suara memilih pemimpinnya dari kalangan sendiri. Kata Tamliha, patut dicontoh.
“Ini kan contoh baik yang bisa dilakukan. Urang Banjar, memilih pemimpin Urang Banjar. Suku lain, silakan memilih berdasarkan referensi sendiri,” terang politikus PPP itu.
Sekali lagi, ia menegaskan, akronim Urang Banjar itu adalah visi. Pandangan yang mengajak urang Banjar untuk bersama-sama membangun daerah sendiri.