Gugatan Pilkada Banjarbaru Bertambah, Said Abdullah Maju ke MK!

KPU mendiskualifikasi calon petahana Pilkada Banjarbaru di detik-detik terakhir pemilu. Foto: Jawa Post

apakabar.co.id, JAKARTA – Gugatan terhadap hasil dan proses kontestasi Pilkada Banjarbaru resmi bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). Rupanya tak hanya diajukan oleh dua pemohon saja.

Dua gugatan, sebelumnya, telah dilayangkan seorang warga Banjarbaru dan lembaga pemantau pemilu ke MK. Masing-masing atas nama Muhamad Arifin selaku Koordinator Lembaga Studi Visi Nusantara Kalimantan Selatan. Satunya lagi, Pemantau Pemilihan Kota Banjarbaru yang diwakili oleh Prof Udiansyah dan Abdul Karim.

Dua hal mereka persoalkan. Pertama, terkait hak pilih mereka yang hilang sebab KPU hanya menyajikan calon tunggal. Dan kedua, tak adanya kolom kosong.

“Keputusan KPU untuk tak mengakomodir format kotak kosong tak memiliki dasar hukum,” kata ketua tim hukum ‘Banjarbaru Hanyar’, Muhammad Pazri kepada media ini, Kamis (5/12).

Pilkada Banjarbaru memang hanya ada calon tunggal, Lisa Hallaby-Wartono. Sebenarnya masih ada calon lain, Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah. Namun KPU menganulir pencalonan petahana tersebut kurang dari 30 hari sebelum pencoblosan. Padahal UU Pillada nomor 10/2016 pada pasal 154 ayat 12 membatasi KPU untuk tak menganulir calon di detik-detik terakhir.

“Penyelenggara pemilu tidak menjadikan aturan terkait teknis sebagai rujukan,” kata doktor hukum satu ini.

Saat Pilkada Banjarbaru digelar KPU, calon tunggal hanya mampu meraup sekitar 35 ribu suara. Sedangkan suara tak sah menembus angka 72 ribu. Pazri melihat tingginya suara tak sah itu sebagai bukti masyarakat tak setuju dengan calon yang disodorkan KPU.

Suara pemilih di Banjarbaru sejatinya dipersentasekan untuk kotak kosong. Namun berbeda dengan daerah lain, seperti Pangkal Pinang, format kotak kosong tak diakomodasi oleh KPU Banjarbaru.

“Pemilih hanya dihadapkan pilihan 01 atau suara tidak sah,” sambung Pazri.

Padahal, jika memang kotak kosong yang menang sesuai dengan kehendak masyarakat luas, maka sudah seharusnya pemilu ulang digelar.

“Maka, kami juga memohon agar Pilkada diulang dan diatensi penuh oleh KPU RI,” sambung Pazri.

Belakangan, rupanya tak cuma dua pihak yang menggugat ke MK. Masih ada dua lainnya. Keduanya adalah Said Abdullah dan empat warga lainnya yang diwakili oleh Hamdan Eko. Said diketahui adalah kandidat pendamping petahana Aditya Mufti Ariffin yang dianulir pencalonannya oleh KPU.

Gugatan dilayangkan oleh mantan Sekretaris Daerah Kota Banjarbaru itu pada Rabu 4 Desember. Dengan nomor register 7/PAN.MK/E-AP312/2024. Termohonnya sama; KPU Kota.

“Permohonan dan surat kuasa hanya menyantumkan nama Said Abdullah,” begitu keterangan panitera MK.

Coba dikonfirmasi, Said Abdullah belum merespons media ini.

Pazri membenarkan adanya gugatan yang dilayangkan oleh Said Abdullah. “Iya benar setelah kami cek di MK. Tapi kuasa hukumnya bukan kita,” jelasnya.

Masih meminjam keterangan panitera pengadilan, kuasa hukum Said Abdullah adalah Syarifah Hayana.

Bawaslu RI beri lampu hijau

Bawaslu RI mengakui petunjuk teknis KPU tak mengakomodir sengkarut pemilu di Banjarbaru. Terutama, dalam kondisi satu dari dua pasangan calon didiskualifikasi, sementara pencetakan ulang surat suara tidak memungkinkan.

“Sehingga dalam konteks ini, ketika ada orang merasa keadilannya tidak terpenuhi. Maka dia dipersilakan menempuh upaya hukum lainnya,” ujar Komisioner Bawaslu Ri, Lolly Suhenti, dikutip apakabar.co.id dari RRI.

Kejanggalan Pilkada Banjarbaru

Perjalanan kontestasi Pilkada di Banjarbaru memang terbilang unik. Sejak awal kans calon tunggal sudah terlihat. Sebelum pendaftaran dibuka, kandidat Lisa Hallaby melakukan borong partai. Petahana Aditya Mufti Ariffin hanya disisakan PPP, partai yang dipimpinnya sendiri.

Beruntung, jelang detik-detik akhir, Mahkamah Konstitusi mengabulkan putusan yang membolehkan partai-partai non-parlemen mengusung calon. Aditya pun masih bisa melenggang setelah PPP mendapatkan tambahan dukungan dari partai gurem, seperti Partai Umat dll.

Tak berhenti di situ. Jelang kontestasi yang sisa hitungan hari, secara mengejutkan penyelenggara pemilu membatalkan pencalonan Aditya. Anak gubernur Kalsel dua periode, Rudy Ariffin itu pun didiskualifikasi KPU karena menggunakan tagline Pemkot Banjarbaru dalam kampanye. Pelapor kasus ini adalah Wartono, wakil wali kota saat ini yang menjadi pendamping calon wali kota Lisa Hallaby.

Saat Pilkada digelar, hasilnya dimenangkan oleh suara tak sah. Pasangan tunggal Lisa Hallaby-Wartono hanya mampu meraup 35 ribu suara. Sedangkan suara tak sah dari masyarakat mencapai 72 ribu.

Sejumlah kejanggalan pemilu Banjarbaru diendus Denny Indrayana dkk. Pertama, sesuai UU nomor 10 tahun 2016, diskualifikasi calon tidak boleh dilakukan 30 hari jelang pencoblosan. Namun KPU tetap memaksakan.

Kedua, calon petahana didiskualifikasi namun KPU tak menggunakan format kotak kosong. Jika kotak kosong yang menang, maka ada opsi Pilkada ulang sesuai dengan kehendak masyarakat.

“Format Pilkada tanpa kotak kosong itu tidak memiliki dasar hukum,” jelas Hairansyah, anggota tim Banjarbaru Hanyar.

Menangnya suara tak sah menunjukkan ketidaksesuaian masyarakat Banjarbaru terhadap calon yang diatur KPU. Gelombang penolakan meluas. Masyarakat kemudian mendemo DPRD Banjarbaru.

“Pilkada Banjarbaru ini sudah by design,” jelas mantan anggota KPU Kalsel dua periode dan komisioner Komnas HAM 2017-2022 ini.

172 kali dilihat, 4 kunjungan hari ini
Editor: Fariz Fadillah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *