apakabar.co.id, CIANJUR – Seorang tenaga kerja wanita (TKW) asal Kampung Sukabakti, Desa Sukamanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, diduga menjadi korban tindak kekerasan dan percobaan pemerkosaan oleh majikannya di Kota Erbil, Wilayah ibu kota Khurdistan, Irak.
Hal tersebut terungkap setelah korban yang bernama Rina Nurmarina (42) mengunggah video berdurasi 1 menit 37 detik ke media sosial hingga berujung viral. Dalam video itu, Rina menyebutkan jika dirinya dipukul hingga cara bicaranya terganggu.
“Saya Rina diberangkatkan dari Sukabumi, sponsor Pak A dan U. Saya di Irak mau diperkosa oleh majikan dan dipukul sampai suara saya terganggu. Saya sakit, tolong dibantu pulangkan ke Indonesia. Saya dari Cianjur,” tutur Rina dalam video yang beredar.
Sementara dalam ungguhan video yang kedua, Rina memperlihatkan adanya luka lebam di lengan dan kaki. Dalam video tersebut telihat pipi kiri Rina membengkak diduga akibat kekerasan.
Ketua DPW Forum Perlindungan Migran Indonesia (FPMI) Jawa Barat Dhani Rahmad menjelaskan, Rani diberangkatkan oleh sponsor dari Sukabumi menuju Jakarta dan terbang ke Irak sejak kurang lebih 1,5 tahun lalu.
Dhani yang juga kuasa hukum keluarga Rani itu membenarkan jika kliennya mendapat perlakuan tidak manusiawi oleh majikan. Hal itu bisa dilihat dari video dimana seluruh badan lebam disiksa, bahkan sempat akan diperkosa.
“Suara korban berubah dan jalan pun susah karena sering dipukul. Akhirnya Rani ini kabur dari rumah majikannya dan saat ini bersembunyi di sebuah kontrakan di Irak dibantu rekannya asal Jawa Timur,” terangnya di Cianjur, Rabu (24/4).
Saat ini, pihak kuasa hukum telah mengambil tindakan dengan berkirim surat ke Kedutaan Besar RI (KBRI) di Bagdad. Tak hanya itu, kuasa hukum juga mengirim surat kepada Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), juga Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) terkait upaya pemulangan Rina ke Cianjur.
“Kita fokus ke pemulangan dulu demi keselamatan korban. Terkait dia status (ilegal atau bukan) nanti akan berurusan dengan sponsornya,” tegasnya.
Dhani menambahkan, “Mereka yang memberangkatkan PMI secara non-prosedural jelas ada pelanggaran administrasi. Apalagi menyebabkan PMI menjadi korban kekerasan.”