Celios Ungkap Keuntungan Indonesia Masuk Keanggotaan BRICS

Foto: Menter Luar Negeri Sugino hadiri KTT BRICS Plus. Foto: Intagram/sugiono_56

apakabar.co.id, JAKARTA – Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengungkapkan sejumlah keuntungan bila Indonesia masuk dalam keanggotaan penuh di BRICS, salah satunya mengenai perluasan pasar.

Masuknya dalam keanggotaan BRICS menurutnya akan membuat Indonesia bisa terlepas dari AS dan Eropa dengan membuka peluang pasar baru. Sebab, selama ini pasar ekspor Indonesia masih tergantung dengan pasar-pasar tradisional seperti AS dan Eropa.

“Eropa pun sebenarnya sudah mulai ‘rese’ dengan kebijakan ekspor Indonesia di mana sering terlibat perselisihan dalam hal perdagangan global,” katanya di Jakarta, Selasa (7/1).

Di sisi lain, Eropa saat ini tengah gencar menjegal perdagangan luar negeri Indonesia. Khususnya perdagangan komoditas kelapa sawit melalui hambatan kebijakan European Deforestation Regulation (EUDR).

Baca juga: Brasil Umumkan Indonesia jadi Anggota Baru BRICS

Di sisi lain, Presiden Prabowo Subianto menunjukkan keberpihakan terhadap petani sawit dan mempertimbangkan untuk mencari pasar lain di luar wilayah Eropa.

“Prabowo pun menunjukkan keberpihakannya kepada sawit lokal, saya rasa itu menjadi pertimbangan juga untuk mencari pasar alternatif,” katanya.

Pada dasarnya, kata Nailul, gerakan diplomasi Indonesia merupakan gerakan non blok yakni tidak terafiliasi ke blok mana pun, baik BRICS atau OECD. Namun, pilihan koalisi politik dan ekonomi bisa mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan.

Data menunjukkan, proporsi ekonomi negara BRICS mengalami peningkatan yang cukup tajam. Pada 1990, proporsi ekonomi negara BRICS hanya 15,66 persen, sedangkan pada 2022, proporsinya mencapai 32 persen.

Anggota BRICS yang berdiri sejak 2009 tidak hanya terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. BRICS kini memiliki semakin banyak anggota, usai 13 negara baru ditetapkan sebagai negara mitra pada Oktober 2024.

“Negara Timur Tengah sudah mulai masuk ke koalisi BRICS, hal ini sejalan dengan keinginan pemerintah untuk masuk ke pasar Timur Tengah. Jadi, sebenarnya keuntungan masuk BRICS cukup besar,” ucap Nailul.

Baca juga: Jadi Anggota Penuh BRICS, Kemlu: RI Komitmen Berkontribusi Aktif

Namun demikian, Nailul menyebut bahwa koalisi BRICS juga memunculkan risiko bentrokan kepentingan dengan Amerika Serikat, salah satunya terkait dengan fasilitas perdagangan dengan AS yang bisa dicabut atau bahkan dikurangi.

Menurutnya, akan ada potensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China ketika Donald Trump sudah memegang kendali sebagai Presiden AS.

“Ada potensi ekonomi global akan melambat dan ber-impact pada negara koalisi. Memang saya rasa pilihan masuk ke BRICS lebih rasional ke depan walaupun juga ada risikonya dengan negara-negara OECD dan negara blok barat,” pungkasnya.

13 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Bethriq Kindy Arrazy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *