apakabar.co.id, JAKARTA – Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) mengungkapkan deindustrialisasi menyebabkan perubahan struktural pada ketenagakerjaan Indonesia. Situasi tersebut yang mengakibatkan terjadi peralihan status pekerja menjadi pekerja informal atau pekerja gig economy.
Di sisi lain, kebijakan yang tidak sinkron dan tidak ada strategi untuk menumbuhkan industri manufaktur menyebabkan kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) terus mengalami penurunan.
“Ini menyebabkan adanya perubahan struktural dari tenaga kerja Indonesia,” kata Eisha dalam diskusi yang digelar secara daring di Jakarta, Rabu (10/9).
Baca juga: Deindustrialisasi di Satu Dasawarsa Rezim Jokowi
Penurunan kontribusi tersebut, kata Eisha, yang membuat peran industri manufaktur menurun. Akibatnya pekerja di sektor industri beralih ke sektor lainnya seperti di sektor jasa dan sektor informal.
Deindustrialisasi juga menjadi penyebab tidak meningkatnya upah riil, mengingat industrialisasi atau sektor manufaktur merupakan penopang di negara-negara terutama negara maju.
Eisha mengatakan pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada industrialisasi dapat memberikan nilai tambah yang tinggi terhadap produk jadi (output) yang dihasilkan.
Berdasarkan data INDEF, kontribusi industri manufaktur terhadap PDB Indonesia hanya 18,98 persen. Kontribusi penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan pun menurun dari 13,83 persen di tahun 2014, menjadi 13,63 persen tahun lalu.
Baca juga: Hindari Ketergantungan ke AS, INDEF: Uni Eropa Pasar Potensial
Dengan beralihnya tenaga kerja Indonesia dari sektor industri ke sektor informal, Eisha menilai hal ini memberikan ketidakstabilan atas jaminan penghidupan atau pekerjaan yang layak bagi pekerja.
“Sektor informal juga memberikan pendapatan, tapi secara jaminan kesejahteraan, ini sangat tidak stabil karena sewaktu-waktu mereka bisa bekerja, sewaktu-waktu mereka tidak bekerja, tidak mendapatkan pendapatan. Ini akan memberikan dampak terhadap daya beli masyarakat,” ujar Eisha.
Untuk itu, ia meminta pemerintah agar fokus untuk membuka seluas-luasnya lapangan kerja. Terlebih, masyarakat juga menuntut hal tersebut melalui “17+8” dan pemerintah merespons dengan reshuffle atau penyegaran kabinet.
“Refreshment di dalam kabinet ini harusnya bisa mendorong program-program yang bisa mendorong kepada daya beli masyarakat dan peningkatan income masyarakat,” pungkasnya.