apakabar.co.id, JAKARTA – Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkapkan pertumbuhan ekonomi RI diperkirakan akan melambat. Kecenderungan tersebut terlihat sejak era transisi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono ke Joko Widodo.
Di era transisi di penghujung pemerintahan Joko Widodo pada 2024 pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03 persen. Sedangkan di era pemerintahan Prabowo dengan asumsi makro 2025 pertumbuhan ekonomi diperkirakan sebesar 5,2 persen.
“Bisa dikatakan pertumbuhan 5,3 persen itu tidak mencapai target bahkan lebih rendah dari 2023 masih 5,5 persen. Pelan tapi pasti ekonominya melambat,” kata Direktur Big Data INDEF, Eko Listyanto dalam diskusi publik bertajuk ‘Pertumbuhan Melambat, Anggaran Mengetat: Tanggapan atas Pertumbuhan Ekonomi 2024’ di Jakarta, Kamis (6/2).
Baca juga: Trump Jadi Presiden AS, Picu Stagnansi Pertumbuhan Ekonomi Global
Eko menerangkan salah satu isu prioritas yang perlu dibenahi Presiden Prabowo Subianto adalah mengenai masalah ketenagakerjaan. Masyarakat saat ini mengalami kesulitan mencari lapangan kerja. Hal itu yang menyebabkan semakin melemahnya daya beli di Indonesia.
Berdasarkan perbincangan seputar ketenagakerjaan yang dihimpun Big Daya INDEF, terdapat empat tren perbincangan utama di media sosial X yakni sedang mencari lowongan kerja 29 persen, tetap semangat meski terkena PHK 25,6 persen, info lowongan kerja 23,1 persen, sedang menganggur 7,5 persen, disusul isu seputar ketenagakerjaan masing-masing 1 persen.
Data tersebut menghimpun sebanyak 4.211.478 perbincangan di media sosial X pada periode Juli-September 2025. “Penciptaan lapangan kerja sangat diperlukan untuk memperbaiki daya beli masyarakat,” terangnya.
Baca juga: Menaker: Peningkatan Kualitas Tenaga Kerja Naikkan Daya Saing
Penciptaan lapangan kerja, kata Eko, dapat dilakukan dengan melalui stimulasi yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Realokasi anggaran diperlukan untuk mendorong produktivitas perekonomian.
Selain itu, Presiden Prabowo perlu merealisasikan kerjasama internasional dalam wujud peningkatan investasi dan perluasan pasar ekspor. Termasuk memberikan suku bunga yang lebih rendah.
“Percepat upaya penciptaan lapangan kerja untuk memperbaiki daya beli rumah tangga,” pungkasnya.