apakabar.co.id, JAKARTA – Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menyatakan pemerintah perlu memberi stimulus dan perlindungan sosial bagi para pekerja demi meningkatkan konsumsi rumah tangga dalam negeri.
Cara tersebut dinilai dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga saat ini yang merupakan satu-satunya cara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik di tengah ketidakpastian global.
“Berikan stimulus dan perlindungan sosial bagi pekerja,” kata peneliti Departemen Ekonomi CSIS, Riandy Laksono dalam diskusi CSIS bertajuk “Mengejar Target 8 perseb di Tengah Melambatnya Perekonomian: Setengah Tahun Pemerintahan Prabowo” di Jakarta, Rabu (7/5).
Baca juga: Menperin Pastikan Hilirisasi hingga TKDN Jadi Fondasi Pacu Ekonomi
Ia mencontohkan, pemberian stimulus kepada para pekerja misalnya menambah durasi pemberian Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) menjadi satu tahun dari awalnya selama enam bulan.
Sehingga, Gross Replacement Rate (tingkat penggantian pensiun bruto) atau manfaat uang tunainya bisa lebih meningkat.
“Misalnya lewat JKP dibuat lebih generous lagi, durasinya ditambah ga cuma enam bulan tapi setahun, pro long periode of eversity. Gross Replacement Rate atau manfaat uang tunainya bisa meningkat,” ujar Riandy.
Baca juga: Kebijakan Tarif Trump, Lemhannas: Momentum Perkuat Ketahanan Ekonomi
Untuk mendukung program ini, pemerintah perlu menata ulang kembali program- program prioritas di tengah kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sedang tertekan saat ini.
Menurutnya, prioritas saat ini sudah berbeda dibandingkan pada awal 2025 seiring adanya tensi ekonomi dan geopolitik di tingkat global.
“Potensi resesi di AS meningkat karena kontraksi ekonomi, jadi risiko resesi semakin jelas. Di saat perubahan cuaca ekonomi berubah seharusnya pemerintah mengubah lagi menyesuaikan perkembangan zaman,” ujar Riandy.
Baca juga: Pengamat: RI Perlu Perkuat Intelijen Ekonomi saat Perang Tarif
Demi mendorong pertumbuhan ekonomi domestik, Ia menyebut, Indonesia sudah tidak bisa mengandalkan dari sisi investasi dan pasar ekspor di tengah masih berlangsungnya tensi perang dagang di tingkat global.
“Soal diversifikasi (ekspor), di tengah pelemahan permintaan global, apabila menggunakan diversifikasi kurang efektif karena permintaan global turun hampir dari semua negara,” jelasnya.