apakabar.co.id, JAKARTA – Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengungkapkan distributor nakal MinyaKita telah melanggar ketentuan jenis minyak yang dikemas dalam merek tersebut.
Budi menerangkan distributor nakal tersebut justru tidak menggunakan minyak yang berasal dari domestic market obligation (DMO) perusahaan eksportir CPO, melainkan menggunakan minyak komersial.
“Perusahaannya nakal, ya. Dia ingin memproduksi banyak, makanya biar nggak ketahuan dia pakai yang non-DMO, pakai minyak komersial,” ucap Budi dalam ekspose temuan pabrik MinyaKita di Karawang, Jawa Barat seperti dilansir Antara, Kamis (13/3).
Baca juga: Mendag Tegaskan MinyaKita Bukan Minyak Subsidi
Budi menegaskan bahwa merek MinyaKita hanya untuk minyak DMO, sebab MinyaKita merupakan produk hasil skema DMO yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan eksportir minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Sebelum mendapatkan izin ekspor CPO, perusahaan-perusahaan tersebut diwajibkan untuk menyalurkan minyak goreng rakyat guna memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu.
Oleh karena itu, PT Artha Eka Global Asia (AEGA) disebut melanggar ketentuan penggunaan merek MinyaKita, sebab minyak yang dipakai adalah minyak komersial, bukan DMO.
“Dia jualan pakai minyak komersial, itu dia lakukan. Itu pelanggaran karena menggunakan merek MinyaKita, sementara yang dijual bukan DMO. Merek MinyaKita kan hanya untuk minyak DMO,” kata Budi.
Baca juga: Konsumen MinyaKita Merasa Dirugikan, Boleh Minta Ganti Rugi
Saat ini, pemerintah sedang mendalami jenis minyak komersial yang digunakan, apakah minyak curah atau minyak yang lain.
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Moga Simatupang yang juga hadir dalam kesempatan tersebut turut menjelaskan penyebab dari penggunaan minyak komersial dalam kasus itu.
Moga menyampaikan jumlah minyak DMO lebih rendah dari kebutuhan masyarakat, sehingga untuk menutupi kekurangan tersebut, perusahaan memutuskan untuk menggunakan minyak non-DMO.
“Minyak DMO itu rata-ratanya antara 160 ribu–170 ribu ton, sementara kebutuhan minyak goreng itu sebanyak 257 ribu ton per bulannya,” pungkasnya.