apakabar.co.id, JAKARTA – Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai pelatihan kerja yang relevan sangat penting agar angkatan kerja baru dapat terserap oleh industri dan menekan jumlah pengangguran.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,28 juta orang per Februari 2025, dengan jumlah pengangguran dari lulusan perguruan tinggi saja tercatat tembus hingga 1,01 juta orang.
Selain itu, BPS juga mencatat jumlah pengangguran per Februari 2025 menembus angka hingga 7,28 juta orang, naik sekitar 1,11 persen atau sebesar 83,45 ribu orang.
“Pemerintah harus bisa merancang sistem pelatihan yang memang berbasis pada industri. Nah, ini kan juga yang nanti bisa menurunkan sumber daya manusia (SDM) kita siap kerja,” kata Timboel di Jakarta, Selasa (8/7).
Baca juga: Job Fair Ricuh, Cermin Darurat Sempitnya Lapangan Pekerjaan
Timboel menilai, faktor pertama dari tren ini adalah bagaimana penyerapan tenaga kerja tidak berbanding lurus dengan realisasi investasi.
“Ini memang karena disebabkan sifat investasi yang masuk itu lebih cenderung ke (industri) padat modal, dibandingkan ke padat karya,” ujar dia.
Selain itu, perkembangan teknologi yang memberikan alternatif pekerjaan yang lebih efisien bagi industri juga menjadi sebuah hal yang perlu disikapi dengan penuh pertimbangan oleh pemerintah.
“Kesiapan SDM menjadi penting, salah satunya untuk lulusan perguruan tinggi. Mereka hanya punya ijazah, tapi belum ada sertifikat (pengalaman/keterampilan kerja). Unsur knowledge memang harus disertai dengan skill,” kata Timboel.
Baca juga: Pekerja Jangan Takut Automasi AI, Ikuti Dua Cara Ini
“Untuk itu, intervensi harus dilakukan pemerintah. Pekerjaan yang laik itu dimulai dari SDM. Bagaimana pelatihan-pelatihan harus dikerjasamakan dengan perguruan tinggi, sehingga menghasilkan SDM yang punya pengetahuan dan keterampilan,” ujarnya.
Dengan tenaga kerja yang terampil dan mumpuni, lanjut Timboel, diharapkan angka pengangguran bisa menurun, dan SDM Indonesia bisa bersaing dengan tenaga kerja asing.
“Kalau tidak siap kerja, datang investasi asing, yang tidak mampu tenaga kerja kita (adaptasi), ini (dikerjakan) dari luar tenaga kerja asing. Jadi tenaga kerja Indonesia akan tersisih,” jelasnya.