Swasembada Beras Dapat Dicapai, Asalkan…

Ilustrasi pertanian. Foto: Agri Sustineri Indonesia

apakabar.co.id, JAKARTA – Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) menilai kebijakan pemerintah mengejar swasembada pangan komoditas beras sesungguhnya dapat mudah dicapai dengan swasembada beras yang berkelanjutan.

Pengamat Pertanian AEPI, Khudori menerangkan program swasembada berkelanjutan tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri melalui anggaran secara kontinu. Terlebih merujuk pada alokasi anggaran dan pengelolaan sumber daya pada tahun pertama 2025 fokus terkonsenterasi pada padi.

“Dengan menyediakan benih, pupuk, dan infrastruktur yang menjamin ketersediaan air. Melihat langsung at all cost ini, sepertinya tidak terlalu sulit untuk mencapai swasembada beras,” katanya dikutip Rabu (29/1).

Baca juga: Asa Swasembada Pangan Berbahan Tanaman Liar

Khudori mengingatkan bila alokasi dan implementasi anggaran terus menurun program swasembada pangan akan berpotensi terganggu. Di sisi lain, bila berfokus pada satu komoditas padi, menurutnya akan berdampak kepada komoditas lainnya.

Karena itu, diperlukan penjelasan lebih lanjut mengenai penjelasan detail mengenai swasembada pangan yang dicanangkan. Apakah memuat swasembada pangan secara umum atau per komoditas.

“Makanya di tahun pertama ini fokus menekan impor empat komoditas mulai beras, jagung, gula dan garam,” kata Khudori.

Hentikan Pembukaan Lahan Baru

Selain itu, Khudori juga menyarankan agar pemerintah fokus dan mengoptimalkan penggarapan lahan di lokasi food estate (FE), seperti yang ada di Kabupaten Merauke, Papua Selatan, yang sudah dibuka sejak berpuluh-puluh tahun sebelumnya.

“Jangan buru-buru buka lahan baru, dari hutan misalnya. Karena lahan eks FE masih banyak. Bahwa kita perlu menambah lahan pertanian, ya. Tapi sebaiknya mengoptimalkan lahan bukaan yang sudah ada,” katanya.

Baca juga: Menko Zulkifli: Swasembada Pangan Kuncinya Kerja Sama

Baca juga: Gencarkan Swasembada Pangan, Menko Zulkifli: Jangan Ditawar!

Ia juga menyarankan pentingnya bagi pemerintah untuk melindungi dan memproteksi lahan pertanian produktif yang ada. Lahan produktif yang ada, bagi Khudori, membutuhkan waktu yang lama dalam membentuknya serta memerlukan anggarannya yang cukup besar.

“Jangan sampai kita sibuk membuka lahan baru yang belum tentu berhasil dan bisa produktif dalam waktu dekat, tapi pada saat yang sama lahan produktif yang ada dibiarkan dikonversi,” ujarnya.

Karena itu, kata Khudori, diperlukan fokus membangun fondasi dan melakukan aneka langkah untuk meningkatkan produksi pertanain. Selain menambah lahamn, juga perlunya pembenahan infrastruktur irigasi. Termasuk membenahi riset dan pengembangan pertanian.

“Memacu produktivitas (pertanian) kuncinya ya di R&D,” pungkasnya.

19 kali dilihat, 2 kunjungan hari ini
Editor: Bethriq Kindy Arrazy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *