Vonis Bebas Daniel Tangkilisan, Cambuk agar Kriminalisasi Aktivis Lingkungan Dihentikan

Aktivis lingkungan Karimunjawa Daniel Frits Maurits Tangkilisan mengikuti sidang vonis kasus UU ITE terkait unggahan di media sosial tentang pencemaran limbah tambak udang Karimunjawa di Pengadilan Negeri Jepara, Jawa Tengah, Kamis (4/4/2024). Majelis hakim PN Jepara memvonis Daniel dengan hukuman 7 bulan penjara dan denda Rp5 juta subsider 1 bulan kurungan penjara karena Daniel dinilai melanggar tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), sementara itu pihak kuasa hukum Daniel akan mengajukan banding atas vonis tersebut. Foto: ANTARA

apakabar.co.id, JAKARTA  –  Pengadilan Tinggi Semarang mengabulkan permohonan banding pejuang lingkungan hidup Karimunjawa Daniel Tangkilisan sehingga ia bebas dari tuntutan hukum dan memberikan koreksi atas putusan sebelumnya. Melalui Putusan No. 374/Pid.Sus/2024/PT SMG, Pengadilan Tinggi  Semarang menyatakan Daniel Tangkilisan lepas dari vonis tujuh bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Jepara.

Daniel Tangkilisan merupakan korban kriminalisasi akibat unggahan di media sosialnya yang menyoroti limbah tambak udang ilegal di Taman Nasional Karimunjawa. Daniel seorang aktivis lingkungan yang secara terang benderang mengomentari maraknya pencemaran lingkungan yang tidak tuntas terselesaikan karena limbah tambak udang illegal.

Daniel merupakan salah satu  korban dari  pabrikasi  perkara  menggunakan UU ITE,  karena diproses tidak melalui tahapan proses hukum yang semestinya. Suatu perkara yang murni berbicara kritik lingkungan hidup, dipoles sedemikian rupa sehingga dianggap sebagai perkara pelanggaran Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Public Interest Lawyer Network (Pil-Net) Indonesia dan LBH Pers menyampaikan apresiasi yang mendalam kepada Majelis Hakim atas Perkara  No.  374/Pid.Sus/2024/PT  SMG pada Pengadilan Tinggi Semarang, yang telah  progresif  dalam  menganalisis  fakta-fakta hukum sehingga memberikan putusan yang memberikan keadilan demi kepentingan publik dan perlindungan lingkungan.

“Putusan ini layak menjadi preseden positif dalam penerapan hukum bagi pejuang lingkungan hidup. Kami mengapresiasi majelis hakim yang mengindahkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan  Hidup,” ujar Sekar Banjaran Aji, koordinator Pil-Net Indonesia.

Pejuang  lingkungan  hidup  memang  seharusnya  dilindungi  dari  segala bentuk kriminalisasi. “Mereka yang merusak lingkungan hidup di Karimunjawa-lah yang mestinya diproses hukum,” terang Sekar.

Sayangnya, putusan ini masih menyatakan bahwa Pasal 28 ayat (2) UU ITE yang dinyatakan terbukti oleh Pengadilan Negeri Jepara dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang, sudah diubah oleh UU No. 1 tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin menilai pendapat dan ekspresi Daniel Tangkilisan yang diutarakan di media sosial merupakan bagian dari penyampaian pendapat secara yuridis yang diakui dalam konstitusi Indonesia. Sehingga penerapan Pasal 28 ayat (2) UU ITE seharusnya merujuk pada Keputusan Bersama antara Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Jaksa Agung RI, dan Kepala Kepolisian Negara RI. Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021 dan Nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu dalam Undang-Undang  Nomor  11  Tahun  2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 19 Tahun  2016 (SKB Pedoman Implementasi UU ITE).

“Sehingga tidak layak tindakan Daniel dianggap sebagai memenuhi pasal yang didakwakan oleh Penuntut Umum,” ujar Ade.

Selanjutnya Ade menilai, vonis lepas Daniel Tangkilisan sebagai cambuk untuk penghentian seluruh kriminalisasi aktivis lingkungan sebab saat Bumi sudah mendidih karena krisis iklim maka suara aktivis lingkungan harus dianggap sebagai upaya melawan kepunahan.

Hal ini juga perlu dimaknai penegak hukum lain seperti Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia untuk berhati-hati  dalam  menerapkan  hukum sehingga tidak mengkriminalisasi aktivis.

“Walaupun putusan ini menjadi harapan baru tapi  keberlakuan UU No. 1 tahun 2024 masih jadi mimpi buruk kebebasan berekspresi di negara ini,” pungkasnya.

3,556 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Jekson Simanjuntak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *