Oleh: Awalil Rizky*
Presiden Prabowo berulangkali mengemukakan tekad agar Indonesia swasembada pangan, dalam waktu sesingkat-singkatnya. Saat pelantikan disampaikan keyakinan paling lambat akan terwujud dalam 4-5 tahun ke depan. Namun tantangan berat telah menghadang, karena produksi sebagian besar komoditas pangan turun drastis pada 2024.
Padahal, Prabowo telah menegaskan agar Indonesia tidak boleh tergantung sumber makanan dari luar. Menurutnya, dalam krisis atau keadaan genting tidak ada yang akan mengizinkan barang-barang mereka untuk dibeli. Karenanya, Indonesia harus mampu memproduksi dan memenuhi kebutuhan pangan seluruh rakyat.
Undang-Undang mendefinisikan pangan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air. Baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan pembuatan makanan atau minuman.
Produksi Beberapa Komoditas Pangan Terkini
Pemerintah mengklaim terjadi peningkatan signifikan produksi padi dan beras selama triwulan satu 2025, yang bahkan disebut berlimpah. Data BPS memperlihatkan produksi memang meningkat, namun tak layak diakui berlimpah. Produksi hanya meningkat signifikan dari 2024, namun tidak melonjak dengan tahun-tahun lampau.
Berdasar perhitungan BPS,produksi Januari-Juni 2025 diprakirakan sebesar 32,57 juta ton GKG, atau meningkat 11,17% dibanding Januari-Juni 2024. Namun produksi Januari-Juni 2022 sebanyak 32,31 juta ton dan 2023 sebanyak 32,35 juta ton. Bahkan, pada 2018 sempat mencapai 35,19 juta ton.
Oleh karena perhitungan produksi beras merupakan konversi dari produksi padi, maka kinerjanya serupa. Produksi beras sebesar 18,76 juta ton memang juga naik 11,17% dibanding 2024. Namun pada Januari-Juni 2022 sebanyak 18,60 juta ton dan 2023 sebanyak 18,63 juta ton. Pada 2018 sempat mencapai 20,17 juta ton.
Baca juga: Memahami Klakson Perlawanan Ojol
Produksi Jagung Pipilan Kering Kadar Air 14% (JPK 14%) juga dilaporkan meningkat oleh BPS pada Januari-Maret dan prakiraan April-Juni. Produksi diprakirakan sebanyak 8,07 juta ton, meningkat 12,88% dibanding Januari-Juni 2024. Namun, hanya sedikit lebih banyak dibanding Januari-Juni 2022 yang sebesar 8,02 juta ton.
Dari data BPS dapat dikatakan peningkatan produksi signifikan secara persentase beras dan jagung disumbang pula oleh menurunnya produksi pada tahun 2024. Produksi beras sebesar 30,62 juta ton pada 2024, lebih rendah dari 2023 (31,10 juta ton) dan 2022 (31,54 juta ton). Sedangkan produksi jagung pada 2024 memang sedikit meningkat dibanding 2023, namun masih lebih rendah dari produksi 2022.
Beberapa produksi komoditas pangan pada 2024 memang alami penurunan atau stagnasi. Sebagai contoh, produksi kedelai diprakirakan oleh Badan Pangan Nasional hanya sebanyak 176,72 ribu ton. Merupakan produksi terendah selama ini, dan melanjutkan tren penurunan sejak 2015.
Produksi Daging Sapi pada 2024 sebesar 475.852 ton, turun dibanding -2023 yang mencapai 503.507 ton. Merupakan tingkat produksi terendah kedua sejak 2011. Tren produksi memang menurun sejak 2017, padahal sudah termasuk pemotongan sapi impor yang dipelihara beberapa waktu.
Baca juga: 122 dari 122: Alarm Dagang untuk Indonesia
Produksi susu segar pada 2024 hanya sebanyak 808.352 ton. Produksi terendah sejak 2015, serta melanjutkan tren produksi yang masih menurun.
Produksi Daging Kambing pada 2024 sebanyak 56.885 ton juga terendah sejak 2006. Begitu pula dengan produksi Daging Domba pada 2024 sebanyak 34.586 ton, yang terendah sejak 2001. Tren menurun produksi keduanya terutama berlangsung sejak 2019.
Harus diakui ada informasi tentang produksi pangan yang cukup menggembirakan, yaitu produksi daging ayam ras pedaging dan produksi telur ayam ras petelur. Keduanya meningkat pada 2024, dan tren produksinya pun meningkat selama beberapa tahun ini.
Bagaimanapun, uraian di atas memperlihatkan bahwa produksi sebagian besar komoditas pangan tidak cukup menggembirakan. Tingkat produksi 2024 memang membuat basis data pertumbuhan 2025 menjadi rendah, sehingga dimungkinkan persentase kenaikan yang tinggi. Hal demikian dapat menyamarkan tingkat produksi masih rendah, dan belum mengarah pemenuhan ambisi Prabowo agar Indonesia nantinya menjadi lumbung pangan dunia.
*) Ekonom Bright Institute