apakabar.co.id, JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali mengungkap dua modus baru dalam penyebaran kosmetik berbahaya dan ilegal tanpa izin edar. Modus itu digunakan oleh pelaku untuk memasarkan produknya melalui media sosial dan platform daring.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala BPOM, Taruna Ikrar, dalam konferensi pers di Kantor BPOM, Jakarta, pada Jumat (21/2). Modus pertama adalah pemalsuan nomor izin edar. Para pelaku mencantumkan nomor izin edar pada produk kosmetik mereka, tetapi nomor tersebut bukanlah yang dikeluarkan oleh BPOM.
“Bahkan, produk tersebut bukan diproduksi oleh pabrik resmi, melainkan pabrik lain yang meniru produk aslinya,” kata Taruna. Produk palsu ini kemudian didistribusikan secara massal kepada konsumen.
Modus kedua adalah penggunaan etiket biru tanpa izin edar (TIE). Taruna menjelaskan bahwa sebagian besar produk ilegal ini menggunakan etiket biru untuk mengelabui konsumen agar percaya bahwa produk tersebut aman.
“Etiket biru ini digunakan tanpa izin edar dan menjadi salah satu cara pelaku untuk memanipulasi konsumen. Kami akan serius menindak pelaku yang terlibat,” tegas Taruna.
Temuan di daerah
Berdasarkan hasil intensifikasi pengawasan yang dilakukan BPOM pada 10 hingga 18 Februari 2025, ditemukan ribuan produk kosmetik ilegal di berbagai daerah di Indonesia.
Kota Yogyakarta menjadi wilayah dengan nilai temuan tertinggi, yakni sebesar Rp11,2 miliar. Disusul oleh Jakarta dengan temuan senilai Rp10,3 miliar, Bogor lebih dari Rp4,8 miliar, Palembang Rp1,7 miliar, dan Makassar Rp1,3 miliar.
Secara keseluruhan, BPOM menemukan 91 merek kosmetik ilegal yang mayoritas merupakan produk impor. Temuan tersebut mencakup 4.334 item dengan total 205.133 buah produk kosmetik, yang jika dinilai secara ekonomi mencapai lebih dari Rp31,7 miliar.
Dari 91 merek yang ditemukan, sebanyak 17,4 persen di antaranya mengandung bahan berbahaya. Produk berbahaya itu termasuk dalam kategori perawatan kulit atau skincare yang menggunakan etiket biru, tetapi tidak sesuai ketentuan.
Selain itu, 79,9 persen produk tidak memiliki izin edar, 0,1 persen merupakan produk injeksi kecantikan, dan 2,6 persen adalah produk yang sudah kedaluwarsa.
Taruna menekankan, BPOM akan terus melakukan pengawasan ketat dan menindak tegas pelaku yang terlibat. BPOM bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk kepolisian, untuk mengatasi peredaran kosmetik ilegal ini.
“Kami memantau pergerakan di media sosial meskipun dengan keterbatasan anggaran. Namun, kami tetap berkomitmen untuk melindungi masyarakat,” ujarnya.
Proses hukum
Dari temuan tersebut, empat kasus yang terjadi di Bogor, Makassar, Manado, dan Rejang Lebong akan diproses secara projusticia karena terdapat indikasi tindak pidana.
Sementara itu, kasus lainnya akan dikenakan sanksi administratif, seperti perintah penarikan produk dari peredaran, pemusnahan barang bukti, pencabutan izin edar, dan penghentian sementara kegiatan usaha.
BPOM mengimbau masyarakat untuk lebih waspada saat membeli produk kosmetik, terutama yang dipasarkan secara daring. Konsumen disarankan untuk selalu memeriksa nomor izin edar di situs resmi BPOM dan menghindari produk dengan etiket biru yang mencurigakan.
“Dengan kerja sama semua pihak, diharapkan peredaran kosmetik ilegal dapat diminimalisir demi menjaga kesehatan dan keselamatan masyarakat,” pungkasnya.