apakabar.co.id, JAKARTA – Sempat tinggal di homeless shelter -penampungan gelandangan- di Santara Barbara, California AS hingga dipercaya sebagai vice president di US Bank menjadikan Alvin Lim sangat menghargai usaha dan kerja keras.
Dikutip dari buku Financial Quotient (2016) terungkap bahwa pria kelahiran Jakarta pada Januari 1977 itu, memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke Amerika Serikat (AS) setelah lulus dari SMA Kristen 3 di tahun 1995.
Bermodalkan uang dari sang ayah sebesar USD30.000, Alvin Lim memilih kuliah di Santa Barbara City Collage. Saat itu pilihannya jatuh pada jurusan Ekonomi, seiring ketertarikannya di bidang keuangan dan investasi.
Tak lama kuliah di Santa Barbara Collage, Alvin terpaksa berhenti. Ia tidak melanjutkan kuliah, sehubungan dengan krisis moneter yang melanda Indonesia.
“Saya berhenti kuliah karena krisis yang menimpa keluarga, sehingga tidak ada biaya dari orang tua,” tulis Alvin Lim dalam bukunya Financial Quotient Level 7.
Ia lalu memilih bekerja di toko serba ada (toserba) Seven-Eleven untuk bisa bertahan hidup di tengah kerasnya iklim Amerika. Ia bekerja sebagai kasir pada malam hari untuk bisa mendapatkan uang.
Kemudian Alvin Lim mencoba peruntungan dengan pindah ke kota San Francisco. Di sana ia bekerja di 4 tempat sekaligus selama 100 jam per minggu.
“Pagi dari jam 5 sampai jam 9, saya bekerja di toko K-Mart sebagai pegawai pengatur rak. Lalu jam 10 sampai jam 5 sore di Trader’s Joe Supermarket sebagai kasir,” ungkapnya.
Kemudian pada sore hari, Alvin Lim melanjutkan bekerja di bioskop United Artist sebagai usher. Di tempat itu ia bertugas membersihkan ruangan bioskop setelah film selesai diputar.
Di malam hari, ketika tidak bekerja di bioskop dan di akhir pekan, Alvin Lim bertugas sebagai satpam di Pinkerton’s Security. Di tempat itu bertanggungjawab untuk melakukan patroli dan menjaga area gedung.
Dari gaji selama bekerja di 4 (empat) tempat sekaligus, pada tahun 1997, Alvin Lim berhasil mengumpulkan uang sebesar USD30.000. Uang itu, ia belikan 100 lembar saham Dell seharga USD30 per lembarnya.
Saat harga saham Dell meningkat mencapai USD120 per lembarnya, keuntungan Alvin Lim meningkat menjadi USD120.000 dalam waktu setahun. Dari uang itu, ia membeli mobil pertamanya Honda Prelude di tahun 1998.
Di tahun itu pula, Alvin Lim melanjutkan kuliah S1 di University of California Berkeley, yang merupakan salah satu universitas terbaik di Amerika.
“Pada era Presiden Soeharto, lulusan Berkeley merupakan penasihat ekonomi yang kemudian dikenal dengan sebutan Berkeley Mafia,” tulis Alvin Lim di bukunya.
Penuh perjuangan
Masih dari buku Financial Quotient edisi pertama tahun 2016, disebutkan bahwa Alvin Lim memulai karir di Wells Fargo, Kota Eugene, Oregon, AS, sebagai teller (karyawan bank) pada tahun 1999.
Bertugas sebagai teller, ia mampu menjual 120 kartu kredit dalam sebulan. Hal itu membuatnya sebagai pemenang dalam penjualan kartu kredit terbanyak di Wells Farga.
Dalam waktu 3 bulan menjabat teller, Alvin Lim dipromosikan menjadi personal banker atau profesional keuangan yang membantu nasabah di lembaga keuangan untuk berbagai kebutuhan perbankan atau keuangan.
Mengambil tanggung jawab sebagai personal banker, Alvin Lim berhasil meningkatkan rasio penjualan per nasabah, sehingga meningkatkan keuntungan bank secara substansial.
“Saya menjadi ranking 1 personal banker di Wells Fargo seluruh California,” ujarnya.
Atas prestasinya itu, Alvin Lim diundang oleh Vice President American Express, Bruce Bordelon. Ia mendapat promosi sebagai financial advisor untuk kantor Walnut Creek di California.
Saat itu pula, Alvin Lim berhasil lulus ujian seri 7 dan 66, sebuah izin kompetensi dan profesi untuk bidang asuransi dan saham.
Memiliki reputasi yang baik di bidang keuangan membuat hati senior Vice President Bank of America, Jenny Simmons terpikat. Simmons lalu mengundang Alvin Lim untuk wawancara, dimana ia merupakan satu di antara 22 pelamar yang diterima sebagai Assistent Vice President Premier Banking Client.
Premier Banking Client adalah nasabah perbankan yang mendapatkan layanan, keuntungan, dan hak istimewa tertentu dari bank. Layanan itu dikenal dengan istilah priority banking. Alvin pun dipercaya untuk mengelola dana top 1% nasabah bank terkaya di San Fransisco itu.
“Dimulai dengan mengelola dana sebesar USD20 juta, lalu mampu menggandakan portofolio tersebut menjadi USD41 juta dalam 3 bulan,” tulis Alvin Lim.
Dengan performa itu, ia pun didaulat sebagai Premier Banker terbaik dari 213 banker lainnya di seluruh Amerika Serikat.
Pada tahun 2002, saat bekerja di Bank of America (BoA), Alvin Lim menerima penghargaan dari Wali Kota San Fransisco Mayor Willie Brown atas kontribusinya meningkatkan pendapatan pajak kota.
Bank of America merupakan salah satu lembaga keuangan terbesar di dunia yang menyediakan berbagai layanan perbankan, investasi, dan keuangan. Bank itu memiliki kantor pusat di Charlotte, North Carolina.
Di tahun yang sama, Alvin Lim menyelesaikan gelar CFP dari Florida State University melalui beasiswa dari BoA. Gelar CFP merupakan singkatan dari Certified Financial Planner, yakni gelar profesi perencana keuangan yang diakui secara internasional.
Gelar itu dikeluarkan oleh Financial Planning Standards Board (FPSB) yang berbasis di Denver, Amerika Serikat.
Lepas dari BoA, Alvin Lim melirik US Bank, setelah eksekutif perusahaan menghubunginya untuk wawancara pekerjaan dan menawarkan bonus sebesar USD20.000 apabila bersedia pindah kerja.
US Bank merupakan bank komersial terbesar kelima (saat ini) di Amerika Serikat yang dimiliki oleh perusahaan induk bernama US Bancorp. US Bancorp adalah perusahaan publik yang bergerak di bidang jasa keuangan. Markas pusat US Bancorp berada di Minneapolis, Minnesota.
US Bank menawarkan berbagai layanan, seperti: perbankan korporat dan komersial, solusi untuk perjalanan bisnis, program kartu kredit alih daya untuk bank dan koperasi kredit.
Saat itu, US Bank baru saja membeli Firstar Bank (hasil gabungan dari Star Banc Corporation dan Firstar Corporation of Milwaukee) pada tahun 2003 dan mulai berekspansi ke daerah San Fransisco.
Alvin Lim menyetujui hal tersebut dan gajinya naik 2 kali lipat dari sebelumnya. Di tempat barunya itu, Alvin Lim mendapatkan predikat sebagai Vice President (VP) untuk wilayah San Fransisco Bay.
Dengan tim sebanyak 17 manager yang ia pimpin, Alvin Lim berhasil membawa US Bank menjadi bank ke-6 terbesar di Amerika Serikat kala itu. Ia pun dianugerahi penghargaan sebagai VP terbaik dari 13 VP yang ada.
Melalui US Bank inilah Alvin Lim menyelesaikan studi S2nya dengan jurusan perbankan dari University of Colorado, Boulder.
Di kampus itu, ia sempat bertemu sejumlah pejabat Indonesia yang kebetulan sedang melanjutkan studi di bidang keuangan.
Bermodalkan pengalaman dan pendidikan di bidang keuangan, ALvin Lim memutuskan kembali ke Indonesia. Ia pulang dengan tujuan ingin membagikan ilmu yang didapatkan kepada masyarakat secara luas.
Semuanya itu ia tuangkan ke dalam buku berjudul ‘Financial Quotient’. Buku itu ditulis dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh orang awam sekalipun.
Di Indonesia, Alvin Lim memilih kembali ke bangku perkuliahan. Kali ini, berbeda dari sebelumnya, ia justru tertarik dengan studi di bidang hukum.
“Karena menyadari pentingnya pengetahuan mengenai hukum dan aplikasinya di Indonesia,” tulisnya.
Usai menamatkan kuliah S1 di bidang hukum, Alvin Lim mendirikan perusahaan PT Financial Quotient Indonesia dengan tujuan membagikan ilmu pengetahuannya di bidang bisnis dan keuangan. Ia juga berhasil menyelesaikan bukunya berjudul ‘Financial Quotient’.
Dalam buku itu, Alvin Lim secara spesifik menyebut ingin berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada masyarakat terkait kecerdasan keuangan melalui Financial Quotient.
“Selain sebagai perusahaan yang membagi ilmu pengetahuan keuangan, saya juga mendampingi menerapkan ilmu tersebut di dalam kehidupan sehari-hari,” pungkasnya.