apakabar.co.id, JAKARTA – Penyidik Polda Metro Jaya akan menaikan status menjadi tersangka kepada SBA alias Jiang, FM alias Maya dan anaknya RYL alias Roy, bos pabrik asbes di daerah Krebet, Malang, Jawa Timur.
Hal tersebut dilakukan usai terlapor tak memenuhi panggilan sebanyak 3 kali terkait kasus tindak pidana penggelapan dalam jabatan dan tindak pidana pencucian uang.
“Alat bukti berupa surat-surat dan beberapa kesaksian sudah cukup dan berada di tangan Penyidik, makanya kami mendorong Penyidik Polda Metro Jaya segera menaikkan statusnya sebagai tersangka, mengingat tidak ada itikad baik dari Terlapor untuk memenuhi panggilan penegak hukum sejak tahun 2021 sampai sekarang,” ungkap Abdul Hakim, SH, MH, pengacara Pelapor, Y. Djoko Hermanto dalam rilis yang diterima media.
“Panggilan penyidik pada terlapor sudah lebih dari 2 kali sejal 2021 dilayangkan. Makanya penyidik harus segera menaikan statusnya terlapor menjadi tersangka. Marwah penegak hukum harus dijaga, jangan mau diremehkan pihak-pihak yang merasa punya kekuasaan atau kekayaan dengan menunduk-nunduk mendatangi Terlapor,” lanjutnya.
“Penetapan Tersangka bagi Terlapor yang tidak kooperatif itu jelas diatur dalam KUHAP dan tak harus melalui pemeriksaan terlapor (terduga) lebih dulu,” paparnya.
KUHAP menentukan bahwa dasar penetapan tersangka adalah bukti permulaan yang cukup dimaknai sebagai dua alat bukti. Hal ini merujuk pada Pasal 1 angka 14 KUHAP jo Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 yang berbunyi: Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan (yang dapat dimaknai sebagai minimal dua alat bukti), patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Artinya, KUHAP sebagai aturan induk dalam acara pidana pun tidak menjadikan pemeriksaan calon tersangka sebagai dasar penetapan tersangka (di samping bukti permulaan).
Jadi, ketika bukti-bukti yang disajikan oleh penyidik sudah meyakinkan (memenuhi standar minimal pembuktian), maka hakim tidak perlu lagi mempersoalkan ada tidaknya pemeriksaan calon tersangka yang tidak kooperatif dan tidak memenuhi panggilan klarifikasi.
“Sejak 2021 tentunya sudah lebih dari 3 kali dilayangkan panggilan. Bahkan penyidik Polda Metro pernah mendatangi terlapor ke Malang. Indikasnya memang ada beberapa alasan Terlapor untuk tak memenuhi panggilan polisi. Satu, Terlapor ini merasa punya uang dan hendak mempengaruhi penyidik di kediamannya, makanya tidak mau memenuhi panggilan Penyidik di Polda Metro Jaya,” kata pengacara muda ini.
“Kedua, terlapor bisa saja hendak menghilangkan bukti-bukti lain. Karena salah satu saksi pernah diperintahkan membakar berkas-berkas dokumen perusahaan oleh salah satu terlapor. Dan ketiga akan melarikan diri ke luar negeri,” ungkapnya.
Pengamat Kepolisian ISESS, Bambang Rukminto saat ditanya wartawan juga menyampaikan bahwa marwah kepolisian harus dijaga jangan sampai menggerus kepercayaan para pencari keadilan pada kepolisian.
“Penyidik bisa menggunakan kewenangannya yang sudah diatur perundangan untuk melakukan jemput paksa pada terduga pelaku tindak pidana. Bukan malah mendatangi terlapor, karena sangat rawan konflik kepentingan dan tak ada pengawasan melekat,” ucap Abdul.
“Makanya terlapor wajib memenuhi panggilan penyidik di kantor. Sebaliknya bila ditemukan indikasi ada oknum yang menggerogoti marwah institusi dengan tunduk pada pelaku pidana siap-siap saja dilaporkan pada Wassidik Bareskrim, Divpropam maupun Irwassum Polri,” sambungnya.
Sebelumnya suami istri bos pabrik asbes yang berlokasi di daerah Krebet, Bululawang, kabupaten Malang dipanggil Subdit Harda Direskrimum Polda Metro Jaya, SA alias Ajiang, suami dari FD alias Maya dan anaknya RAL dilaporkan Y.Djoko Hermanto, direktur PT Surya Indo Jaya yang beralamat di Cieleungsi, Bogor Jawa Barat.
Hal ini terjadi karena dugaan tindak pidana penggelapan uang dalam jabatan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sesuai pasal 372 KUHP dan atau pasal 374 KUHP jo pasal 55 KUHP dan atau pasal 3, pasal 4 dan pasal 5 UU no 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang terjadi di PT SIJ sejak 2013 sampai 2020.
Kasus ini sebenarnya sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya sejak 23 April 2021 dan sempat berhenti di tahun 2023 setelah salah satu penyidik mendatangi Terlapor di Malang.
Ditindak lanjuti kembali oleh Direskrimum Polda Metro Jaya melalui surat perintah penyelidikan nomor SP.Lidik/268/I/RES 1.11/2024/Direskrimum tertanggal 11 Januari 2024.
Modusnya, SBA yang juga pemilik saham 50% dengan istrinya yakni FD beserta anaknya RAL bekerjasama menarik uang perusahaan secara tunai yang tidak jelas peruntukannya dan tidak bisa dipertanggung jawabkan secara formal maupun penjualan ribuan template (alat cetak asbes) mesin pabrik dan pengambilan paksa rantai mesin driyer milik PT sehingga tak bisa produksi.
“Kerugian perusahaan secara langsung sekitar Rp.17 Milyar yang kemudian mengakibatkan perusahaan tidak bisa berproduksi,” kata Abdul Hakim, SH., MH, pengacara Y Djoko Hermanto, yang juga pemilik saham 15%. “Kalau kerugian secara tidak langsung bisa mencapai Rp.150 M karena berhenti operasi.”
Laporan itu dibenarkan Kanit 2 Subdit Harda Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kompol Effendi S.IK mewakili Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra S.IK. Pihaknya sejauh ini sudah mengumpulkan banyak alat bukti selain sudah memanggil saksi-saksi yakni Rendy Saputra sebagai mantan direktur sejak 2013-2017 dan Sumarji, sopir perusahaan yang diperintahkan terlapor Fatmadewi membakar berkas-berkas laporan keuangan perusahaan, maupun mengumpulkan bukti transaksi bank.
Ketiga orang terlapor yakni SBA yang juga pemilik pabrik asbes besar di Krebet dan istrinya FD yang bertempat tinggal di Taman Dieng II dan anaknya RAL di Jl. Ijen sudah dipanggil penyidik Polda Metro melalui surat nomor B./16884/VII/RES 1.11/2024 tertanggal 3 Juli 2024 untuk memberikan keterangan pada 15 Juli 2024, tetapi tidak ada respon. Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya juga sudah mengirimkan surat panggilan kedua akhir bulan Juli ini.
“Kami akan terus mengawal kasus ini sampai tuntas. Kami juga berharap para terlapor kooperatif dan tidak mempersulit proses penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian. Surat panggilan itu sudah diserahkan ke kantor yang bersangkutan di Puncak Dieng HH 11-12 Malang, Jumat (5/7) lalu. Bila tidak kooperatif, kami akan dorong Penyidik untuk segera menaikkan statusnya sebagai tersangka. Karena panggilan terakhir ini kalau dihitung sejak 2021, lebih dari 4 kali dilakukan oleh Kepolisian. Jadi sebenarnya tak ada alasan penyidik untuk tidak segera manaikkan status dari penyelidikan menjadi penyidikan.” lanjut Hakim, pengacara muda asal pulau Garam ini.
“Selain laporan di Polda Metro, kami juga sudah menyiapkan laporan ke Bareskrim Mabes Polri, terkait dengan penggelapan dan TPPU mengingat locus delictinya ada beberapa di Malang, Jawa Timur dan Bogor, Jawa Barat, selain juga gugatan perdata pada terlapor. Kami akan terus mengejar terlapor untuk mempertanggung jawabkan perilakunya karena modus kejahatan kerah putih seperti ini harus dihentikan,” pungkasnya.
Wartawan sudah mencoba melakukan konfirmasi ke kantor terlapor di Jl. Puncak Dieng tetapi kosong sehingga tak bisa ditemui.