apakabar.co.id, JAKARTA – Anak-anak kini menjadi sasaran empuk penyebaran paham radikalisme. Hal itu terjadi karena mereka mudah dipengaruhi oleh lingkungan sehingga akhirnya terpapar paham radikalisme.
Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Bangbang Surono menjelaskan anak-anak belum memiliki mekanisme pertahanan kognitif yang kuat dan cenderung bereaksi secara reseptif. Itu sebabnya, mereka akan lebih banyak menerima.
“Kami prihatin ada anak-anak yang terlibat atau pun dilibatkan dalam situasi yang membahayakan keselamatan dan kesejahteraan hidupnya,” ucap Bangbang dalam Forum Tematik Bakohumas BNPT di Jakarta, Kamis (5/9).
Padahal, kata Bangbang, anak-anak merupakan subjek yang tidak bisa dipisahkan dari komponen penentu keberhasilan bangsa dan negara. Selain itu secara filosofi, anak-anak merupakan bagian generasi muda yang nantinya menjadi penerus perjuangan bangsa di masa depan.
Antisipasi Sebaran Paham Terorisme di Jatim, Kemenko Polhukam Gandeng Perguruan Tinggi
Karena itu Bangbang berharap seluruh pihak lebih waspada dalam mengawasi anak-anaknya dimana pun berada. Pasalnya, riset Setara Institute pada 2023 menyebutkan, terdapat 0,6 persen remaja dari 947 responden yang berpotensi terpapar sikap intoleran.
“Memang jumlahnya tidak banyak, tetapi sikap intoleran ini berpotensi tumbuh menjadi radikalisme dan terorisme,” ucap dia.
Untuk itu, Bangbang memastikan, BNPT terus mendukung kaderisasi kepemimpinan yang menyasar perempuan dan anak sebagai upaya perdamaian dan pemenuhan hak perempuan, anak, dan remaja.
BNPT sebagai wakil Indonesia telah mengajukan tiga pendekatan dalam upaya penanganan anak korban tindak pidana terorisme dalam Sidang Ke-33 Komisi Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana (The Commission on Crime Prevention and Criminal Justice/CCPCJ) di Wina, Austria, pada 13 Mei 2024.
Kunjungan Paus Fransiskus di Indonesia, Polisi Siagakan Tim Penembak Jitu
Ketiga pendekatan itu meliputi, pencegahan anak dari kekerasan yang mungkin dilakukan oleh kelompok teroris, rehabilitasi dan reintegrasi anak yang terasosiasi dengan kelompok teroris, serta menjamin keadilan bagi anak melalui pendekatan berbasis hak.
Resolusi itu pun disahkan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan narkoba dan kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime/UNODC) pada 17 Mei 2024.