apakabar.co.id, SOLO – Bantuan keuangan untuk desa yang bersumber dari APBD diusulkan untuk ditunda sampai Pilkada selesai. Dianggap rawan digunakan untuk kepentingan peserta pemilu.
Kondisi ini biasa dan lazim dilakukan oleh kepala daerah yang mendukung salah satu calon. Dengan cara menggelontorkan bantuan keuangan dari APBD kabupaten tersebut. Lalu dititipkan ke salah satu perangkat daerah pengampu (dinas/badan) di pemerintah daerah.
Hal tersebut sebagaimana disampaikan Alif Basuki salah satu aktivis LSM sekaligus mantan Direktur LSM PATTIRO (Pusat Telaah Informasi Regional).
“Kondisi di atas tampaknya terjadi di Pemerintah Kabupaten Boyolali yang saat ini melaksanakan Pilkada serentak. Pada APBD 2024 ini anggaran yang berbau untuk kepentingan Pilkada dititipkan pada Badan Keuangan Daerah (BKD) Pemda Boyolali dengan nilai total sekitar Rp. 22 miliar-an,” ujarnya, Jumat (27/09).
Menurut Alif, meskipun tidak secara langsung, bantuan keuangan daerah yang diperuntukkan untuk desa melalui kepala desa tersebut, dapat digunakan untuk pemenangan pilkada calon yang didukung bupati.
“Untuk itu demi menjaga netralitas birokrasi/ ASN dan bupati Boyolali., bantuan keuangan dari APBD Pemda Boyolali untuk pencairannya sebaiknya ditunda dulu setelah pelaksanaan Pilkada,” sambungnya.
Biar Pilkada yang berjalan tidak melibatkan penggunaan APBD yang terselubung dengan dibungkus bantuan keuangan ke desa untuk mengarahkan dukungannya ke salah satu calon.
Sebab di beberapa Pilkada Boyolali sebelumnya, serta berbagai pengalaman yang sudah terjadi di Kabupaten Boyolali dalam pilkada terdahulu, bantuan semacam ini disamar-samarkan secara terselubung menjadi bantuan politik. Supaya kepala desa menggerakan warganya untuk memenangkan calon bupati yang didukung bupati yang menjabat.
“Sehingga jika BKD ingin dibilang netral harus menunda pencairan bantuan keuangan tersebut untuk desa melalui Kepala desa setelah Pilkada,” jelasnya.
“Jika BKD tetap melaksanakan pencairan tersebut sebelum pilkada. Maka diduga BKD telah memihak kepada salah satu calon yang didukung oleh Bupati,” paparnya
Alif kemudian menyerukan kepada para kepala desa supaya lebih berani bersuara.
“Jadi bukan menolak bantuan tapi meminta menunda pencairannya setelah pilkada. Biar tidak digunakan untuk kepentingan politik pemenangan salah satu calon pilkada,” tandasnya.