apakabar.co.id, CIANJUR – Alis tebal, hidung mancung, kulitnya cerah kuning langsat. Dia adalah Diana Rahmawati. petugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih) di Desa Sukalaksana, Sukanagara, Cianjur, Jawa Barat.
Gadis berusia 20 tahun ini punya cerita saat melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih Pilkada 2024. Mulai dari yang lucu, hingga aneh.
Pertama, dia pernah dikejar anjing. Momentum itu dialaminya di RT tetangga kampungnya sendiri, Cibitung. Masih berada di wilayah Desa Sukalaksana. Kawasan ini memang terpencil.
Masuk ke wilayah ini harus melewati hutan dan perkebunan. Warga di sana kebanyakan memelihara anjing.
Diana berjalan kaki sendirian. Semula baik-baik saja. Hingga akhirnya ada tiga ekor anjing yang menguntit.
Saat itu, ada anak-anak sedang memancing. Tiba-tiba mereka melempari anjing itu. Diana yang malah dikejar.
“Lari lumayan jauh. Mana bawa peralatan coklit,” ceritanya, Selasa (9/7).
Beruntung, Diana ketemu bapak-bapak yang sedang mencari rumput. Dia lalu minta bantuan.
Selepas melakukan tugas coklit. Anjing-anjing itu rupanya masih ada di jalur yang harus dilewati pulang. Diana menangis kebingungan. Takut dikejar lagi. Kebetulan dia bertugas di sana sendiri.
“Untungnya ada satu jalan lagi meskipun lebih jauh. Lebih kaya hutan banget, mana sore udah mendung. Tapi terpaksa lewat situ,” ungkapnya.
Biar tahu saja. Tahun ini pengalaman pertama Diana jadi petugas pantarlih. Dalam satu TPS, dia harus melakukan 400 pencocokan.
“Jadi sebetulnya saya sudah dua kali di kejar anjing itu,” jelasnya.
Pengalaman kedua, unik. Diana harus mencocokan data kesebuah pemakaman. Dia mencari tanggal meninggal dunia seseorang.
Situasi ini masih dia alami di Cibitung. Satu RT dengan tempat tinggalnya. Diana mendatangi anak dari orang tua yang tercatat sudah meninggal dunia.
“Saya kan nanyain tanggal wafat ibunya, tapi karena wafatnya sudah lama jadi anaknya gak tau. Mungkin lupa. Jadi nyuruh untuk ngecek ke makamnya langsung,” tuturnya tutur mahasiswa semester dua Universitas Terbuka itu.
Diana pun akhirnya pergi ke pemakaman. Dia harus mencocokkan data di kuburan. Misi sukses.
Terakhir, ini yang paling unik. Diana dilamar kakek-kakek. Lokasinya masih di wilayah Cibitung.
Momentum ini dialami Diana saat mendatangi rumah seorang warga. Ia memang hidup sebatang kara.
Ketika mendata warga tersebut, ia tiba-tiba dilamar. “Sudah, temanin saya saja di rumah. Kita nikah,” ceritanya menirukan ucapan si kakek.
Diana tentu saja tak mau. Ia bergegas menyelamatkan tugasnya. “Saya langsung menolaknya dan segera pergi,” katanya.
Selema sepekan, Diana melakukan pendataan. Ia bisa merampingkan tugasnya tepat waktu.
“Allhamdulilah tugas mencoklit semuanya udah beres dalam waktu enam hari,” ungkapnya.
Dari pengalaman-pengalaman itu, Diana tak merasa kapok jadi petugas pantarlih. Bagi dia, ini adalah pengalaman baru. Toh, sekalian menambah wawasan.
“Tapi, kalau saya nanti jadi petugas lagi, mau request gak mau sendiri,” tutupnya dengan senyum.