apakabar.co.id, JAKARTA – Pagar Gedung DPR RI, Kamis malam (20/3) berhasil dijebol para aktivis penolak RUU TNI. Saat ini mereka mencoba merangsek masuk untuk menduduki gedung parlemen.
Beberapa kali mereka mencoba melangkah ke pelataran gedung, namun aparat keamanan segera menghalau mereka kembali. Petugas kepolisian telah bersiaga di depan pagar dengan formasi brigade, mengenakan perlengkapan pelindung serta membawa tongkat dan tameng.
Selain itu, polisi menggunakan mobil water cannon untuk menyemprotkan air guna mencegah massa masuk lebih jauh ke dalam kompleks DPR RI. “Petugas sudah cukup bersabar, mohon mundur dan jangan memaksa masuk,” ujar salah satu petugas melalui pengeras suara, mengutip pantauan Antara.
Meskipun telah berulang kali mencoba menerobos, massa aksi masih belum berhasil memasuki area gedung. Hingga Kamis (20/3) pukul 19.30 WIB, sejumlah ambulans terlihat hilir mudik mengevakuasi pendemo yang mengalami luka.
Petugas juga mengingatkan massa untuk membubarkan diri karena waktu yang diperbolehkan untuk menyampaikan pendapat di muka umum telah habis. “Kami mengimbau kepada rekan-rekan mahasiswa untuk kembali pulang karena waktu unjuk rasa sudah berakhir,” kata petugas.
Agar tak lupa, latar penolakan RUU TNI tak lepas dari bayang-bayang dwifungsi TNI—warisan Orde Baru yang memberi militer peran ganda di ranah sipil. Revisi UU ini dinilai sebagai upaya terselubung untuk menghidupkan kembali pengaruh militer di pemerintahan, dengan mengizinkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil tanpa harus pensiun dini. Hal ini dianggap sebagai ancaman serius bagi supremasi sipil dan kemunduran demokrasi.
Tak hanya substansi yang menuai kritik, proses pembahasannya pun sarat kontroversi. Alih-alih terbuka dan melibatkan publik, pembahasan justru dilakukan diam-diam di hotel mewah, jauh dari sorotan rakyat. Pola ini mengulang skenario pengesahan undang-undang kontroversial sebelumnya—cepat, tertutup, dan beraroma kepentingan elite. Wajar jika publik curiga, RUU ini bukan untuk kepentingan bangsa, melainkan demi melanggengkan kuasa segelintir pihak.