DPR Minta Satgas Antipremanisme Tindak Preman Berkedok Pers

Anggota Komisi I DPR RI Oleh Soleh. Foto: Dok. Pribadi

apakabar.co.id, JAKARTA – Anggota Komisi I DPR RI Oleh Soleh meminta Satgas Antipremanisme menindak tegas oknum preman berkedok pers yang melakukan intimidasi dan pemerasan kepada masyarakat.

Menurut dia, Satgas Antipremanisme perlu menindak preman berkedok wartawan media online yang meresahkan masyarakat, di samping menindak preman berkedok organisasi kemasyarakatan (ormas).

“Satgas Antipremanisme harus menindak dan menangkap mereka jika melakukan aksi tindak pidana yang sangat merugikan masyarakat,” kata Oleh Soleh dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (12/5).

Baca juga: Kemnaker Buka Suara Soal Preman ‘THR’ di Pabrik

Soleh meminta agar aparat penegak hukum, termasuk Polri, TNI, dan satpol PP, turut memberikan perhatian serius terhadap bentuk premanisme berkedok pers itu.

“Ini bukan hanya mencoreng nama baik profesi wartawan, tapi juga merupakan tindak kriminal yang meresahkan masyarakat. Negara tidak boleh membiarkan praktik seperti ini berkembang,” tuturnya.

Ia mengecam keras tindakan premanisme berkedok pers tersebut yang tidak hanya terjadi di satu daerah, tetapi marak terjadi di banyak daerah. Bahkan, mereka melakukan pemerasan kepada sejumlah pihak, di antaranya kepala sekolah, ketua yayasan, kepala desa, kepala dinas, pemilik usaha, bahkan masyarakat biasa juga menjadi korban.

“Kasihan masyarakat yang menjadi korban. Mereka diteror terus dan dimintai sejumlah uang. Itu betul-betul pemerasan. Aksi premanisme mereka tidak boleh dibiarkan,” ujarnya.

Baca juga: Mahfud MD: Aparat Polisi Lebih Takut Preman daripada Rakyat

Menurut dia, pendirian media dan kerja jurnalistik telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers). Dalam Pasal 9 ayat (2) UU Pers disebutkan bahwa perusahaan pers wajib berbentuk badan hukum Indonesia.

“Ini berarti media harus didirikan sebagai badan usaha yang sah, seperti perseroan terbatas (PT), koperasi, dan yayasan (khusus untuk media nonkomersial),” ucapnya.

Wakil rakyat ini juga mengatakan bahwa perusahaan media diminta mendaftar ke Dewan Pers, serta disarankan untuk melakukan verifikasi administrasi dan faktual guna mendapatkan sertifikasi dan perlindungan hukum jika terjadi sengketa.

Selain itu, lanjut dia, perusahaan pers wajib menjunjung tinggi Kode Etik jurnalistik dan memiliki wartawan profesional, sesuai dengan Pasal 7 UU Pers.

Ia lantas membeberkan 11 butir Kode Etik Jurnalistik menurut Dewan Pers yang harus dipatuhi semua media, di antaranya media harus independen, profesional, tidak menyiarkan berita bohong atau fitnah, tidak mencampurkan fakta dan opini menghakimi, tidak menyalahgunakan informasi, dan dilarang menerima suap.

“Menerima suap saja dilarang, apalagi memeras masyarakat. Jelas itu sudah masuk ranah pidana yang harus ditindak dan diproses hukum oleh penegak hukum,” paparnya.

Baca juga: Preman Pemalak Truk Ditangkap Polisi di Kalideres

Oleh Soleh menambahkan bahwa kekerasan oknum preman yang mengaku sebagai wartawan dari media abal-abal bukan hanya fisik, melainkan juga nonfisik atau verbal.

“Ini adalah bentuk pemerasan terselubung yang dilakukan dengan cara menyebarkan fitnah atau narasi menyesatkan kepada masyarakat, yang sasarannya bisa siapa saja, dari kepala desa, guru, hingga para kiai,” tambahnya.

Ia menyatakan dukungan terhadap kerja Satgas Antipremanisme yang dibentuk pemerintah dan berharap dapat menjadi garda depan dalam melindungi masyarakat dari intimidasi, pemerasan, dan upaya-upaya provokatif yang tidak bertanggung jawab.

“Premanisme melalui media online abal-abal ini sama bahayanya dengan kekerasan jalanan. Oleh karena itu, penanganannya pun harus tegas dan terukur,” jelasnya.

7 kali dilihat, 7 kunjungan hari ini
Editor: Bethriq Kindy Arrazy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *