Melihat Bahaya Sesungguhnya Obral Tambang ke Ormas Agama

Bongkar muat batubara di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Tempo/Tony Hartawan

apakabar.co.id, JAKARTA – Izin usaha pertambangan khusus (IUPK) tak ubahnya hadiah dari pemerintah ke ormas keagamaan. Cenderung sebagai balas jasa politik.

Hal itulah yang dibedah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Walhi menggelar diskusi “PP Nomor 25 Tahun 2024, Apa Bahaya Sesungguhnya Dari Isu Tambang Untuk Ormas”, Kamis (13/6).

Dengan pembicara Kisworo Dwi Cahyono Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Selatan, Fathur Roziqin Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Timur dan Fanny Tri Jambore Kepala Divisi Kampanye Walhi Nasional. Dipandu Uli Arta Siagian Manajer Kampanye Hutan Kebun Walhi Nasional.

Cak Kis, sapaan Kisworo, menilai terbitnya PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara hanya menjadi alat transaksi kekuasaan. Termasuk upaya obral sumber daya alam terutama pertambangan batu bara.

“Padahal dari dulu kami sering mengadukan masalah kejahatan lingkungan ke ormas agama. Bukan main mereka sekarang meminta jadi penambang,” ujar Cak Kis, kepada media ini.

@kabarinlah

NIH yang lagi ramaii… Pengacara kondang Kamarudin Simanjuntak mengendus megakorupsi tambang dan kejahatan lingkungan di Kalsel. Temuan ini dilaporkan langsung ke markas Kejaksaan Agung (Kejagung), Kamis (13/6). Selengkapnya hanya di apakabar. @Kamaruddin Simanjuntak @Kejaksaan.RI @Pemkab.tanbu official #pemprovkalsel #kalsel #1triliun #uangnegara #apakabar #beritakalimantan #fyp #kamaruddinsimanjuntak #kalimantan #fypシ゚viral #berita #tanahbumbu #pemkabtanahbumbu #tanahbumbu

♬ suara asli – Kabarin lah! – Kabarin lah!

Perizinan tambang seharusnya mencakup pembatasan, pengendalian dan perlindungan terhadap lingkungan. Pemerintah seharusnya mengevaluasi dan mencabut perizinan yang terbukti tak mengindahkan peraturan. Seperti tidak melakukan reklamasi atau penutupan lubang-lubang pasca-tambang.

“Kebijakan IUPK ormas ini sangat lucu, seharusnya evaluasi dan pencabutan izin tambang yang utama bukan malah menerbitkan izin baru,

Misalnya, Walhi Kalsel, kata Kisworo, bersama warga korban konflik agraria dari Kabupaten Kotabaru pernah bersilaturahmi dan mengadu dengan Pengurus Besar NU, 2022 silam. Namun sampai saat ini belum ada progres apapun.

“Tiba-tiba sekarang malah PBNU yang mengajukan izin tambang ke pemerintah,” jelasnya.

“Ini akan memicu konflik baru nantinya” tambah Kisworo.

Potensi dimaksud Kisworo adalah konflik ormas keagamaan dengan masyarakat lokal di sekitar lokasi tambang. Termasuk dengan masyarakat adat.

Di lingkar tambang juga hidup turun temurun masyarakat lokal dengan adat, budaya dan kepercayaan lokalnya.

Kisworo menduga; jangan-jangan ini upaya pemerintah untuk mengadu domba antar-ormas.

Tak cuma itu. Empat warga Desa Magalau Hulu Kotabaru baru tadi juga menjadi terdakwa karena berkonflik dengan perusahaan tambang batubara.

Di Magalau Hulu beroperasi perusahaan batu bara bernama PT SDE. Singkatnya, empat warga tersebut telah divonis 2 bulan penjara sebab didakwa merintangi usaha pertambangan sebagaimana Pasal 162 UU Minerba.

Menilik lebih ke belakang, pertambangan batu bara di Kalimantan Selatan juga menimbulkan konflik agraria. Seisi desa di Kabupaten Balangan tergusur akibat pertambangan batubara.

Dari Tanah Bumbu, seorang advokat sekaligus pensiunan polisi bernama Jurkani tewas ketika diadang para penambang diduga ilegal di Desa Bunati Tanah Bumbu, 2021 silam.

Lebih jauh ke belakang, kasus terbunuhnya seorang warga bernama M.Yusuf yang menulis tentang konflik lahan perusahaan besar di Kotabaru seolah masih membekas di ingatan. Selengkapnya data Walhi di sini.

Fanny Tri Jambore, Kepala Divisi Kampanye Walhi Nasional melihat izin ke ormas keagamaan ini hanyalah bemper dari pembenaran aktivitas tambang. Pertambangan berizin PKP2B saja banyak menimbulkan masalah besar terhadap lingkungan.

“Longsor, deforestasi lahan dan hutan, pencemaran air, polusi udara, rusaknya ekosistem laut sudah menjadi hal tak terhindarkan akibat pertambangan selama ini,” tambah Rere.

Apalagi izin ini diberikan kepada ormas yang notabenenya belum punya pengalaman dalam pengelolaan tambang. “Pemilik izin PKP2B seperti Arutmin, Adaro, KPC saja memerlukan kontraktor pertambangan. Mereka tidak mengerjakan sendiri lahan pertambangannya,” jelasnya.

Rere, sapaan karibnya, menilai izin tambang untuk ormas ini justru menimbulkan ketidakpercayaan publik kepada ormas keagamaan. “Ormas yang seharusnya pro-pelestarian lingkungan malah menambang, ini menjadi tanya publik” kata Rere.

Walhi sesungguhnya ingin mengajak ormas keagamaan melakukan judicial review PP Nomor 25 Tahun 2024 ke Mahkamah Agung. “Kalau memang masih ada bentuk kepedulian atas lingkungan, ayo,” jelasnya.

188 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Fahriadi Nur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *